Dunia pendidikan selalu menjadi sorotan utama, karena perannya yang begitu determinan bagi kemajuan suatu bangsa. Perhatian yang serius pada bidang pendidikan ini, merupakan langkah yang tampan bagi terciptanya pribadi-pribadi berkualitas—generasi penerus bangsa. Terlepas dari beragam kekurangan dalam sistem pendidikan kita di Indonesia, kita tetap harus mengamini bahwa, dunia pendidikan menjadi tempat lahirnya para agen of change yang di pundak merekalah, masa depan bangsa Indonesia bergerak ke titik yang lebih cerah.
Dewasa ini, dunia pendidikan kita di Indonesia mengalami pelbagai problem krusial, salah satunya adalah minat baca siswa yang belum mencapai kata memuaskan. Minat baca atau semangat literasi kita mengalami stagnansi bahkan regresi. Pesimisme ini lahir dari realitas tentang rendahnya minat siswa dalam membudidayakan semangat literasi. Buku-buku bacaan entah dalam bentuk fiksi maupun non fiksi, kalah saing dengan gadget. Aktor utama pendidikan kita (terutama peserta didik), cenderung gagap dalam menghadapi hegemoni media sosial yang menekan mereka pada situasi dilematis, antara yang realitas dan yang semu.
Menjawabi problem tentang rendahnya semangat literasi, SMAN 2 Kuwus, Manggarai Barat, membuat terobosan dengan membuat pondok literasi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan semangat literasi dalam lingkup sekolah. Pembuatan pondok literasi ini diinisiasi oleh siswa/i sendiri yang dikemas dalam bentuk perlombaan. Siswa/I membuat pondok literasi juga untuk memanfaatkan waktu ekstrakulikuler pasca ujian semester gasal.
Pembuatan pondok literasi ini diharapan bisa menjadi awal yang menjanjikan bagi meningkatnya budaya literasi di sekolah. Kepala Sekolah SMAN 2 Kuwus, Hermanus Yosef Mpoo, S.Pd., memberikan apresiasi kepada segenap civitas akademika di lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Menurut Bapak Kepala Sekolah, pembuatan pondok literasi ini merupakan respon positif dari semua pelaku pendidikan di SMAN 2 Kuwus terutama peserta didik yang mulai menyadari betapa pentingnya budaya literasi di sekolah. Menurut Bapak Hermanus, ada beberapa poin yang mendasari pentingnya keberadaan pondok literasi tersebut, seperti yang diuraikan di bawah ini.
Pertama, kehadiran pondok literasi ini diharapkan menjadi rumah yang nyaman bagi para peserta didik untuk mampu mengembangkan wawasan mereka. Pondok literasi mestinya dipersepsi sebagai rumah bagi ilmu pengetahuan yang wajib untuk dihuni oleh peserta didik, karena dari sana peserta didik dapat memperoleh bekal ilmu pengetahuan yang tentunya berguna di kemudian hari.
Kedua, semangat literasi yang kuat akan membantu peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan bertindak selektif dalam segala situasi. Urgensistas dari pola pikir dan pola tindak yang demikian, akan membantu peserta didik untuk membedakan antara hal yang positif maupun negatif dalam kehidupannya sehari-hari. Harus diakui bahwa di era persebaran informasi yang semakin maju, peserta didik cenderung bingung dalam memilah informasi yang ada.
Ketiga, dengan adanya pondok literasi, diharapkan agar siswa mampu mengikis budaya instan yang menjadi salah satu persoalan pokok yang mendera hampir sebagian peserta didik dewasa ini. Budaya instan dalam mengerjakan tugas (misalnya mengerjakan tugas dengan selalu mengandalkan google tanpa ada sumber pembanding seperti buku atau literatur lainnya) akan mengkreasikan mentalitaspragmatis yang lebih mementingkan kecepatan dibandingkan ketepatan.
Keempat, semangat literasi yang dipupuk dengan baik sejak dini, akan menjadi bekal yang berharga bagi peserta didik di jenjang pendidikan yang lebih tinggi nanti. Bukan tidak mungkin, semangat literasi yang dibiasakan secara terus-menerus akan menjadi sebuah budaya yang melekat erat di dalam diri para peserta didik, sehingga memudahkan mereka untuk beradaptasi dengan iklim pendidikan di perguruan tinggi.
Apa yang menjadi pemikiran Kepala Sekolah SMAN 2 Kuwus itu, tentunya sudah menjadi pemahaman bersama bagi kami para guru dan siswa/i. Kami sebagai civitas akademika menyakini hal yang sama, bahwa Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan program positif yang perlu didukung bersama. Karena itu, ketika di sekolah kami diadakan lomba pembuatan pondok literasi, semua komponen menyambutkan dengan antusias dan gembira.
Penulis meyakini, antusiasme itu lahir dari kesadaran tentang pentingnya budaya literasi tumbuh subur di lingkungan sekolah. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah seyogianya menjadi motor penggerak dan contoh yang memberi inspirasi, sehingga budaya literasi itu berkembang secara natural di rumah dan lingkungan masyarakat.
Kesan antusias keluarga besar SMAN 2 Kuwus terhadap GLS juga tergambar dari semangat peserta didik yang menyukseskan lomba pembuatan pondok literasi tersebut. Albertus Lewa, selaku Ketua OSIS SMAN 2 Kuwus, mengungkapkan bahwa dia bangga dengan teman-temannya karena sudah bekerja keras dalam menyukseskan program OSIS kali ini. “Semoga pondok literasi ini bisa dimanfaatkan sesuai namannya, bukan sekedar pemenuhan program OSIS,” demikian harapan yang disampaikan pemimpin peserta didik tersebut.
Pembuatan pondok linterasi ini tentunya bukan langkah akhir. Ini merupakan bagian dari ikhtiar menyuseskan GLS. Tapi, upaya ini tentunya bukan sekadar ikut arus dengan program pemerintah. Lebih jauh dari itu, kami berharapa semangat literasi ini tumbuh atas kesadaran yang murni tumbuh dari para guru dan siswa/siswi. Sebab GLS bukan sekadar progam, tapi sudah menjadi roh pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan, termasuk bagi SMAN 2 Kuwus. Semoga dengan adanya pondok literasi, budaya literasi di tempat kami bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. (*)
👍👍
Kerennnnn om ganteng
Semangatttt……
Mantap smandu?😍