Jalan Pagi: Mencari Tabib Laptop

0
105
Petrus Manek sedang memperbaiki laptop yang rusak

Kita sudah di masa penghujung tahun, tiba-tiba ingatan saya kembali pada sebuah kenangan berkesan yang terjadi bulan April yang 2021 lalu. Saat itu, satu-satunya laptop yang saya gunakan untuk bekerja mengalami sebuah masalah unik. Kalau layarnya dibuka posisi tegas 90 derajat, maka gambar di layar akan kabur atau terlihat gelap. Kalau agak diturunkan hingga 15 derajat, layarnya kembali normal.

Dengan kondisi layar laptop seperti itu, maka saya harus menunduk setiap kali mengetik. Selain itu, bagian ujung dari keyboard-nya harus diganjal sesuatu yang tebal, misalnya buku, barulah saya bisa mengentik dengan nyaman. Sebenarnya tidak benar-benar nyaman, tetapi setidaknya upaya itu bisa membuatnya dapat berfungsi.

Saya menjalani kondisi seperti itu cukup lama, mungkin lebih dari tiga bulan. Saya memang merasa aman-aman saja, toh waktu itu saya lebih banyak bekerja di rumah gara-gara Covid-19. Tetapi karena wabah tersebut sudah agak terkendali ketika itu, Indonesia memasuki masa-masa awal hidup dengan “kenormalan baru”, saya pun sesekali keluar rumah untuk bertemu beberapa teman.

Nah, saat bertemu teman itulah, saya mulai terganggu dengan masalah pada laptop tadi. Saya sebenarnya masih bisa beradaptasi dengan keadaan laptop tersebut, tetapi teman-teman saya rupanya prihatin. Mereka pun menyarankan untuk segera diperbaiki, namun dengan cara dan gaya yang cukup mengusik hati dan pikiran.

“Waduh, masa penulis Pojok Sehat di anolduswea.com ini tidak bisa beli laptop baru?” Kata seorang teman dengan nada bercanda.

Bro, saya pikir di Kupang ini ada banyak tempat perbaikan laptop, tidak pernah lihat ko?” Sindir kawan lain yang pada akhirnya membuat kami terbahak-bahak bersama.

Masih banyak juga tanggapan yang lain. Di sela-sela memberi komentar tadi, teman-teman itu juga membuat semacam prediksi masalah yang dialami laptop tersebut. Menurut sebagian besar orang, laptop saya itu bermasalah pada kabel fleksibelnya. Saya  percaya saja, meski teman-teman saya itu tidak memiliki tampang jago IT sama sekali.

Saya sebenarnya sudah berniat untuk memperbaiki laptop tersebut, namun karena pertimbangan situasi pandemi Covid-19 dan belum mengetahui tempat reparasi yang meyakinkan, saya selalu menunda melakukannya. Akhir April 2021, pertokoan dan berbagai layanan publik di Kota Kupang mulai dibuka normal dengan protokol kesehatan yang ketat. Saya pikir, itulah saat yang tepat untuk keluar mencari pertolongan.

Saya pun mulai #JalanPagi ke berbagai tempat yang direkomendasikan beberapa teman. Dalam benak saya, urusan kabel fleksibel itu pastinya mudah dibetulkan. Toh laptop saya sebenarnya masih hidup, hanya posisi layarnya saja yang tidak bisa dibikin tegak. Itu artinya, perbaikan bisa dilakukan dengan cepat.

Saya keluar-masuk toko khusus laptop atau perangkat elektronik yang ada di Kota Kupang. Sayangnya, tidak ada yang sesuai dengan keinginan saya. Semua tempat reparasi yang saya kunjungi menganjurkan hal yang sama: laptopnya harus menjalani rawat inap di tempat mereka.

“Sekitar tiga hari baru kita kabari kerusakan apa, Kak,” jelas seorang pelayan toko.

“Teman-teman saya bilang masalahnya di kabel fleksibel…,” kata saya sambil memainkan mimik muka yang seolah-olah mengatakan, “ini sebenarnya mudah, ayo segera diperbaiki.”

“Tapi, teknisi kami harus lihat dulu, Kak.”

Tidak bisa sekarang?”

“Antrean masih banyak, Kak.”

“Masalahnya ada tugas kuliah saya dalam laptop ini,” kata saya agak memelas, “jadi saya tidak bisa tinggalkan terlalu lama. Esok tugasnya sudah harus dikumpulkan.”

Pelayan tempat reparasi itu tetap bilang tidak bisa. Dia sepertinya tidak peduli dengan tugas kuliah dan urusan pribadi saya, yang dia tahu hanya prosedur tetap di tempatnya bekerja memang seperti itu. Saya pulang dengan kecewa.

Tempat raparasi laptop di Kota Kupang ada banyak, saya sudah mengunjungi semuanya. Jawaban mereka hampir sama, laptop itu harus ditinggalkan. Masa pengerjaan antar 3 hari sampai 1 minggu. Ada juga yang tidak memberi kepastian atau target waktu tertentu.

Saat itu saya masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di Fakultas Keperawatan Unair Surabaya, dan sedang menjalani penelitian untuk penulisan tesis. Saya baru saja selesai melakukan wawancara dengan responden, dan waktu itu sedang sibuk melakukan transkripsi. Dosen pembimbing saya terus bertanya mengenai perkembangannya, karena itu saya ingin segera menyelesaikannya. Itulah alasan utama saya tidak bisa meninggalkan laptop terlalu lama di tempat servis.

Saya kemudian berpikir untuk menceritakan masalah itu di media sosial, siapa tahu ada yang punya solusi cepat. Itu ide yang brilian menurut saya, langsung curhat di FB. Seperti yang saya duga, tulisan itu cukup menarik perhatian beberapa kawan. Apakah mereka memberi solusi?

Hmmm…, sebagian besar menanggapi unggahan itu dengan lelucon. Dari sekian saran absurd yang masuk, ada satu yang selalu saya ingat, “Beli laptop baru saja sudah…”

Saya tidak bermaksud sombong. Kalau saja saya ingin membeli yang baru, itu bukan perkara yang sulit. Masalahnya, data-data penting dan software yang berfungsi mengolah data penelitian saya ada pada laptop yang bermasalah itu. Bagi saya, memindahkan data, khususnya lagi software itu ke perangkat baru, bukanlah perkara yang mudah. Karena itu, saya tetap mempertahankan untuk mencari tabib laptop yang bisa menyelesaikan masalah sesegera mungkin—paling tidak 1 x 24 jam.

Sambil menunggu respons teman FB yang lebih baik, saya juga aktif mencari tempat reparasi yang tersedia secara online di Google atau media sosial. Ada banyak yang muncul di layar hasil pencarian, namun begitu saya telepon, jawabannya tetap mengecewakan.Entah itu usaha yang keberapa, akhirnya ada juga yang meminta saya datang ke tempatnya setelah saya menjelaskan masalah laptop tersebut.

“Datang saja,” begitu pesannya, “nanti kita lihat dulu…”                

***

Sore hari pada tanggal 26 April 2021, saya berangkat ke tempat reparasi sesuai yang dijanjikan orang tersebut. Saya berjalan mengikuti peta daring yang dikirimnya via WA.

Peta itu memberi tahu saya yang berangkat dari RSS Baumata agar jalan ke arah Jembatan Petuk. Setelah melewati Polsek Maulafa, jalan terus di jalur 40 atau jalan ke arah Bolok. Tetapi, tidak sampai jauh ke sana. Mungkin hanya berjarak 1 km dari kantor polisi itu, ada cabang di sebelah kiri.

Awalnya saya sempat tersesat di lokasi yang lain, rupanya Google Map kurang akurat untuk mendeteksi tempat tabib laptop yang saya cari itu. Setelah saya telepon ulang, ternyata jalan masuk ke tempatnya itu lewat sebuah gang buntu di samping kios berwarna biru. Itu memang jalan beraspal, tetapi tidak panjang, lalu sisanya hutan ilalang.

Orang yang saya cari itu meminta saya untuk jalan terus melewati sebuah jalan setapak yang bisa juga untuk sepeda motor. Rumah orang itu memang berada jauh di belakang dari jalanan umum, sehingga memang pantas kalau Google Map tidak bisa mendeteksunya.

Suasana rumah itu semacam pondok yang ada di tengah ladang. Memang ada juga satu-dua rumah di sampingnya, tetapi berjarak agak jauh. Bangunan yang ada di sana hampir serupa, rumah semi permanen yang sederhana.

Seorang Bapak melambaikan tangan dari teras ketika sepeda motor saya makin mendekat. “Kaka Saver, to?” Teriaknya. Saya mengangguk, lalu masuk ka area halaman rumahnya.

Rumah setengah tembok, sebagian dindingnya menggunakan “bebak” dari bilah bambu yang sudah dicat warna biru. Bagian kiri teras yang berlantai semen halus itu dijadikan bilik tempat montir laptop itu bekerja.

Saya mengekornya ke dalam ruang kerja tersebut, ukurannya sekitar 1 x 2 meter. Sebuah meja panjang membentang di sudut ruangan. Di atasnya tergeletak berbagai macam peralatan laptop dan komputer, termasuk printer juga. Di bawah kolong meja dan bagian lain ruangan kecil itu juga dipenuhi oleh rongsokan barang elektronik.

Bapak yang belum saya tanya namanya itu segera memeriksa laptop yang saya bawa. Ia menyalakan lampu kerjanya, lalu mulai memainkan obeng. Dari caranya membuka sekrup laptop yang sangat kecil, saya yakin ia bukan orang yang amatiran. Saya heran, kenapa ia membuka usaha di tempat terpencil dan tertutup seperti ini?

“Di sini saja saya sudah kewalahan,” begitu katanya ketika saya tanya kenapa tidak buka usaha reparasi di area yang ramai.

Saya kemudian diam, tidak mau mengganggu konsentrasinya bekerja. Tetapi sebelum itu, saya mengingatkan kalau menurut teman-teman saya, masalah laptop itu kemungkinan pada kabel fleksibelnya.

Rupanya ia setuju dengan dugaan itu, sehingga ia pun membuka pada bagian tersebut. Setelah penutup luar berhasil dibuka, ia cek beberapa kabel, layarnya langsung terang. Wow, saya langsung takjub.

Namun hal itu tidak berlangsung lama. Entah bagaimana manuver tangannya, tiba-tiba saja ada sedikit asap dari laptop. Ia buru-buru mematikan laptop, lalu memastikan semuanya tetap aman-aman saja.

Saya berubah menjadi tidak tenang. Pada situasi seperti itu, saya merasa seperti orang sakit yang sedang mencari dukun/tabib. Banyak orang yang menyarankan saya untuk berobat ke RS, tetapi saya tidak tahan dengan prosedurnya yang lama dan mengharuskan saya untuk rawat inap.

Berobat di dukun tentunya jauh lebih fleksibel. Bisa datang dan minta pulang kapan saja, dan mereka selalu menjanjikan solusi yang cepat. Saat itu, saya merasa seperti sedang ada di tempat praktik dukun bidang per-laptop-an.

Setelah peristiwa asap keluar dari laptop itu, saya menjadi ragu dengan kemampuan sang montir. Jangan sampai ia melakukan malapraktik, begitu pikir saya. Saya kembali teringat dengan wajah teman-teman yang sering mencandai laptop tersebut. Kalau saja mereka tahu laptop itu makin rusak di tangan montir rumahan, mereka pasti akan meledek, “Disuruh ke rumah sakit, malah berobat ke dukun…”

Sang montir kemudian menjelaskan kalau kabel fleksibelnya sudah rusak, makanya sampai korslet. Solusinya beli kabel fleksibel yang baru. Tetapi, kabel seperti itu tidak ada di Kupang. Jadi saya diminta pesan dulu barangnya via situs belanja online.

Tapi saya butuh laptopnya untuk kerja tugas kuliah, Pak,” kata saya agak cemas.

“Tidak apa-apa, Kaka, nanti pakai monitor eksternal ini saja…,” terangnya sambil mencoba menyambung laptop saya ke layar tersebut. Berhasil!

Saya lega. Apalagi sang montir membolehkan saya memakai sementara layar komputer tersebut. Saya sempat agak ragu, jangan sampai biaya perbaikan makin membengkak karena harus meminjam layar monitor eksternal itu.

Tetapi sudahlah, saya yakin saja semuanya baik-baik saja. Saya pulang membawa serta layar komputer itu, tanpa ada jaminan apa-apa. Pemiliknya percaya saja sama saya meski kami baru berkenalan. Ia juga tidak meminta jaminan apa-apa, misalnya uang atau menahan KTP.

Sebelum pulang, saya hendak menyimpan nomor kontaknya di hp dengan nama yang sebenarnya. Saat itulah saya baru menanyakan nama beliau.

“Petrus,” jawabannya, “tulis saja Petrus Manek.”

Itulah nama yang saya tuliskan di daftar kontak hp. Setelah itu saya pamit pulang. Ia berpesan, kalau kabel fleksibel sudah tiba di Kupang, segera laporkan ke dirinya untuk mengatur jadwal perbaikan selanjutnya.

***

Pak Petrus bercerita kalau dirinya menyenangi dunia komputer sejak masih muda. Ia mengaku belajar memperbaiki peralatan elektronik—khususnya komputer, laptop, dan aksesorisnya—secara otodidak.

Saya percaya dengan keterangannya itu karena di antara tumpukan peralatan di ruang kerjanya, ada beberapa CD yang sampulnya bertuliskan: www.rahasialaptop.com.


Awalnya ia belajar komponen komputer atau laptop dari CD pembelajaran seperti itu. Kemudian, ia juga sempat bekerja di salah satu toko komputer yang sekaligus memiliki layanan reparasinya.

Berapa waktu kemudian, Pak Petrus ternyata diterima sebagai ASN di Kantor Gubernur Provinsi NTT. Ia terpaksa meninggalkan pekerjaan lama yang merupakan kesenangannya. Sebagai gantinya, ia membuka layanan reparasi milik sendiri yang beroperasi setelah jam kerjanya sebagai abdi negara.

Saya kira, itulah alasan yang masuk akal kenapa ia membuka usaha seperti itu hanya di rumah yang, secara lokasi kurang cocok untuk usaha jasa, jauh dari keramaian kota.

Pak Petrus tinggal bersama keluarga kecilnya di rumah mungil tersebut. Mereka dikaruniai dua anak. Yang bungsu masih bayi saat itu. Saya beberapa mendengar tangisannya ketika menunggu proses pembukaan kerangka penutup laptop.

Oh iya, Pak Petrus aslinya orang Atambua. Karena itu, selain menerima jasa memperbaiki laptop di rumah, ia juga rutin pulang ke kampung halaman sekaligus memperbaiki peralatan komputer di sekolah atau kantor yang ada di TTU maupun Atambua.

***

Empat hari setelah saya membawa layar komputernya, Pak Petrus bertanya via WA, “Pagi Saver, kabelnya sudah ada?”

Saya segera cek di aplikasi belanja online, keterangannya masih proses pengepakan. Saat itu memang masa menjelang libur lebaran, dan ada pembatasan perjalanan kendaraan antar kota dan provinsi berkaitan dengan COVID-19. Hal itu membuat barang pesanan kami itu tidak kunjung tiba.

Harga kabel itu relatif murah, hanya Rp. 70.000, mungkin karena ukurannya juga memang kecil. Tetapi sayangnya, menurut pengalaman Pak Petrus, barang sekecil itu sulit ditemukan di Kota Kupang. Makanya harus dipesan langsung ke Jawa.

Setelah itu, saya beberapa kali melaporkan perkembangan kedatangan barang penting tersebut. Saya terus menjalin komunikasi, agar Pak Petrus makin percaya dan merasa tenang dengan keberadaan layar komputernya.

Hingga 16 Mei 2021, apa yang kami tunggu itu akhirnya datang juga. Saya langsung memberi kabar ke Pak Petrus, dan ia menyarankan agar esok sorenya, 17 Mei 2021, saya mendatangi rumahnya.

Keesokan harinya saya ke sana, tentu saja setelah melakukan kontak waktu. Ketika saya sampai, Pak Petrus bercerita kalau dirinya juga baru pulang dari kantor. Ia pun segera melanjutkan perbaikan laptop saya.

Ketika ia sedang memasang kabel fleksibel baru itu, pikiran saya melayang pada urusan pembayaran jasa perbaikan tersebut. Berapa kira-kira harga yang akan ditetapkan Pak Petrus?

Sebelum saya ke rumah Pak Petrus, saya memang sudah mengambil uang cash di ATM sebanyak Rp. 300.000, lalu saya bagi dua. Sebagian saya lipat kecil-kecil dan disisipkan pada dompet. Lalu sisa yang Rp. 150.000 saya simpan di saku celana. Saya pikir jumlah segitu akan cukup dan pantas. Tetapi, bagaimana kalau ia tiba-tiba meminta lebih?

Lamunan saya tentang kemungkinan biaya jasa perbaikan itu segera buyar ketika Pak Petrus menyampaikan laptop sudah jadi. Saya senang sekali, lalu menerima laptop itu dari tangan Pak Petrus dengan antusias. Saya coba sebentar, ternyata sudah mantap benaran.

Setelah itu saya mengambil uang 150 di saku sambil bicara, “Bapa, mohon maaf kalau jumlahnya tidak cukup. Saya hanya punya ini,” kemudian menyodorkan uang ke tangan Pak Petrus.

Pak Petrus membuka uang itu, lalu menghitung, ada 3 lembar pecahan 50 ribu. Saya was-was, jangan sampai ia bilang itu sangat kurang. Ia ambil satu lembar uang tersebut, lalu kembalikan ke saya, “Harga mahasiswa. Itu untuk tambahan jajan.”

Saya tidak bisa banyak berkomentar lagi selain berterima kasih. Jadi, total biaya yang dibutuhkan untuk membeli kabel fleksibel dan ongkos kerjanya sebesar Rp. 170.000. Apakah harga seperti itu tergolong mahal jika dibandingkan di toko resmi?

Terlepas dari soal harga, saya senang dengan layanan reparasi skala rumahan seperti itu karena kecepatannya memberi kepastian. Dalam contoh kasus saya, Pak Petrus langsung membuka dan menemukan masalahnya. Tidak tunggu 3-5 hari lagi seperti yang dijanjikan pemilik toko resmi.

Setelah itu, saya memang sempat ragu, jangan sampai kualitas pekerjanya hanya bertahan 1-2 hari saja. Saya selalu membayangkan apa yang saya lakukan ini seperti orang sakit yang enggan mendapat pelayanan ribet di RS, sehingga lebih memilih layanan dukun/tabib yang fleksibel dan menjanjikan banyak hal.

Hingga saat ini, ternyata kualitas pekerjanya masih bertahan. Tulisan #JalanPagi ini memang ditulis pakai HP, tetapi kemudian diedit menggunakan laptop yang pernah diperbaiki Pak Petrus ini.

Terima kasih, Pak Petrus. Saya kira Kota Kupang akan selalu membutuhkan orang-orang seperti Pak Petrus. Bisa kerja cepat dan tepat. Semoga layanan perbaikan laptop di kota ini bisa meniru gaya kerja Pak Petrus yang cergas dan tanggap melayani kebutuhan pelanggan. (Saverinus Suhardin/ rf-red-st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini