Pengantar
Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem agar sikap beragama seluruh warga negara di tanah air, khususnya warga belajar di sekolah tetap berada pada jalurnya yang baik, tidak berlebihan. Moderasi beragama penting dilakukan guna mengembalikan praktik beragama yang benar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya.
Moderasi beragama yang dibuat di sekolah kita itulah cara pandang, cara sikap, dan praktik beragama kita dalam kehidupan bersama, dengan cara mewujudkan hakikat ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kebaikan bersama seluruh umat. Hal ini berlandaskan keadilan, keberimbangan dan menaati konstitusi negara sesuai kesepakatan berbangsa dan bernegara kesatuan di Republik Indonesia.
Empat Pokok Moderasi Beragama
Moderasi beragama menjadi jalan tengah sekaligus sebagai solusi agar tidak terjadi paham yang radikal bahkan intoleran. Saling hormat menghormati antar agama dan kebudayaan menjadi kunci tidak terjadinya sekat perbedaan dan sekaligus sebagai identitas yang mesti dimiliki di antara umat beragama. Karenanya, moderasi beragama sangat harus ditanamkan pada peserta didik agar tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkungan yang damai dan aman dari berbagai ancaman.
Ada empat hal pokok dalam memahami moderasi beragama, keempat hal itu diuraikan berikut. Pertama, semua kegiatan yang berembel moderasi beragama tidak boleh menabrak nilai-nilai kemanusiaan. Agama-agama dan pelajaran pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah selalu mengusung kemanusiaan, keselamatan, dan menghidupkan sekolah.
Kedua, semua kegiatan rohani, kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan pendidikan yang dirancangkan sebaik dan sesuci apa pun tidak boleh bertabrakan dengan ketertiban umum yang berlaku di masyarakat dan diakui masyarakat ilmiah di sekolah dan undang-undang yang diakui masyarakat plural.
Ketiga, kegiatan moderasi beragama yang digiatkan dalam tema-tema tertentu tidak boleh bertabrakan dengan kesepakatan bersama di sekolah, putusan bersama dalam panggung rapat publik, yang tidak boleh dikalahkan oleh kesepakatan sepihak segelintir orang di luar rapat yang resmi yang diadakan di sekolah. Atau rapat yang tidak resmi yang dilakukan di sekolah setelah putusan rapat resmi mengalahkan hasil rapat resmi tersebut demi sebuah kepentingan diluar agenda kesepakatan dan kesepahaman bersama dalam rapat resmi tadi.
Keempat, kegiatan kemanusiaan dan kerohanian yang berbau agama atau pun berembel moderasi beragama tidak boleh menabrak kearifan lokal. Manusia yang bermoderasi menghargai budayanya dari mana asal usulnya dan menghargai budaya di mana tempat ia menampakkan kaki di sekolah tempatnya belajar. Ia harus mengakui nilai-nilai budaya lokal atau mesti adanya inkulturasi budaya dan keagamaan dalam lingkungan ilmiah yang beratmosfer rohani di sekolahnya.
Literasi Kitab Suci, Salah Satu Jalan Moderasi Beragama
Moderasi beragama dan literasi moderasi beragama yang hendak dilaksanakan di sekolah mesti dirancang dengan baik dan hasilnya berguna bagi semua, karenanya diperlukan dukungan dari guru-guru berkualitas baik, guru-guru yang berpengetahuan yang benar, dan guru-guru yang bersedia mengajar dan membangun perilaku. Jangan sampai yang terjadi adalah, guru-guru kita mengajarkan pengetahuan yang benar tapi tidak berlaku benar dalam sikap iman dan sikap ilmiah, ketiadaan koherensi kata dan tindakannya. Seringkali literasi dan moderasi beragama tidak berjalan di sekolah karena biasanya kita menyulitkan yang gampang. Padahal, mestinya kita membuang yang tidak penting, mengelola yang penting, dan mengembangkan hal-hal yang penting itu.
Para pelaku literasi dan moderasi di sekolah mesti punya “kekuatan”, kekuatan untuk menguasai diri, kekuatan dalam bertindak/keteladanan, dan kekuatan dalam relasi personal-interpersonal dan relasi humanis. Dalam moderasi ini selalu ada kesediaan untuk berbagi, keterlibatan, dan saling tumbuhkan harapan. Peserta didik yang dicirikan sebagai profil pelajar pancasila punya peran yang besar dalam merealisasikan program-program terbaik sekolah yang dirancangkan sesuai peminatan dan menunjang kecakapan hidupnya serta kecintaannya pada kehidupannya yang sekarang yang sementara dibentuk di sekolah dan nantinya dibentuk oleh masyarakat setelah petualangan intelektualnya di sekolah berakhir.
Dalam perjalanan pebentukan diri dari orang yang mengajar dan orang yang diajar, semuanya menjadi pembelajar aktif, mengajar sambil belajar dan belajar sambil membentuk diri dilakoni kedua belah pihak, guru-dan peserta didik. Kadang-kadang keduanya berjalan dalam kegelapan iman dan kegelapan budi yang mesti dicerahi. Dalam kegelapan itu, yang terpenting adalah cahaya atau terang. Kitab Suci sebagai terang/cahaya dari Tuhan yang menuntun dalam perjalanan hidup. Kitab suci sebagai buku litersi, sumber refleksi di dalam hidup kita tentang Tuhan, realitas dunia, dan tentang kita dalam berelasi dengan Tuhan dan sesama alam ciptaan.
Kitab suci adalah kisah iman antara manusia dengan Tuhan. Maka aktivitas membaca (menjadi orang-orang yang bergerak dalam literasi) dan menulis (mewartakan) adalah jalan moderasi beragama untuk membagikan kebaikan, keindahan, kebenaran, keberagaman dalam keanekaan yang esa kepada tertuju supaya pada akhirnya semuanya harmoni. Dalam litersi numerasi moderasi beragama, kita mengalami pendidikan luring ke daring; percepatan dalam kenormalan baru, terutama sekarang pada PPKM level 2.
Pengetahuan agama memang bisa didapat dari dunia digital tetapi pembentukan karakter tidak bisa dari dunia instal aplikasi. Karenanya, “mohon tertib diri” para pendidik, peserta didik, dan kepala para pendidik di rumah pendidikan. Sebab, bapa dan ibu guru yang berliterasi dan bermoderasi di sekolahnya dimuliakan dalam diri anak-anak didik yang berlitersi kitab suci dan amalannya berguna di sekolah, dan para guru juga dimuliakan juga dalam diri anak-anak yang sukses dalam studi dan dalam kerja.
Tips Literasi Moderasi
Pelajar SMA/SMK adalah orang-orang muda kemerah-merahan yang sedang mekar-mekarnya bertumbuh sebagai sahabat penggerak literasi, sahabat pelajar pancasila yang berliterasi moderasi di sekolah dalam perjalanan menuju masa depan dapat digapai melalui literasi pendidikan di sekolahnya.
Adakah tips bagi para pelajar pancasila yang ada di sekolah-sekolahnya memaknai agama sebagai sebuah seni kehidupan menggunakan spirit kitab suci sebagai terang dalam membendung intoleransi tapi memajukan moderasi beragama supaya tidak larut dalam dunia modern (digital) di sekolah, melalui aktivitas membaca dan menulis dan aksi kolaboratif? Paling kurang ada dua tips umum dikemukakan di sini, yakni tips literasi kitab suci di sekolah dan tips moderasi beragama di sekolah.
Tips Literasi Kitab Suci
Pertama, pengenalan diri, menemukan potensi diri. Kita mesti bahagia di mata Tuhan dan sesama sebab Tuhan sudah memberi talenta, karenanya menghargai dan mensyukuri apa yang sudah kita punyai sekarang dengan membangun tindakan-tindakan cinta yang positif di rumah dan di sekolah. Bakat dan talenta, kemampuan dan pencapaian dari masing-masing potensi diri perlu dikembangkan dalam organisasi OSIS dan bukannya dikubur di sekolah bakat-bakat tersebut, tetapi segera dibungakan melalui bimbingan kuat dari para guru pembina OSIS yang sudah dimeteraikan oleh sekolah dalam surat keputusan kepala sekolah pun yang tidak di SK- kan tetapi karena panggilan jiwanya mau melayani tanpa surat tersebut.
Kedua, pelajar dan guru pengajar dan pimpinan di sekolah mesti terbuka dengan sesamanya yang setara ke samping pun dengan orang lain yang setara ke atas atau menjalin relasi horisontal dan vertikal secara harmoni dalam sikap inklusif. Oleh karena itu, sekolah bae-bae bagi pelajar dan atau bae-bae di sekolah bagi pengajar, di mana kedua pihak ini perlu mengikuti program kurikulum sekolah yang diunggulkan terutama yang berhubungan dengan literasi dan numerasi, penyesuaian diri dengan program merdeka belajar di sekolah penggerak (SMA) atau di sekolah pusat keunggulan kejuruan (SMK) yang dapat dioperasionalkan oleh para guru di majalah dinding sekolah, menerbitkan karya-karya inovatif guru dan siswa dalam buku sastra dan buku pelajaran sekolah. Anak-anak kita mesti digenjot dalam tanya: motivasi membaca untuk apa? Tujuannya membaca untuk apa? Mengapa perlu berliterer dan berbuat sesuatu dalam cinta yang besar?
Ketiga, orang-orang muda di sekolah yang berjiwa visioner perlu membenahi relasinya dengan Tuhan dalam terang kitab suci. Perbiasakan selalu membaca kitab suci, dan Roh Tuhan yang Kudus yang akan menyempurnakan ketekunan membaca dan pada akhirnya kebiasaan baik ini akan terbentuklah pribadi alkitabiah yang televan, manusia sabda yang hidup.
Keempat, disiplin sama artinya dengan orang yang berjuang paksa dirinya untuk mencapai semangat kemuridan, selalu ada semangat kuat belajar, semangat belajar sebagai pembelajar aktif di bawah bimbingan guru-guru hebat. Para orang kudus, para ilmuwan dan para seniman adalah orang-orang yang telah melewati dan membuktikan kedisiplinannya dalam belajar dan kedisiplinan hidup mereka dalam disiplin berpikir, disiplin menulis, dan disiplin kerja, dan disiplin mengatur hidupnya, dan dari semuanya itu ada yang telah dituliskannya dalam aksara bermakna dan ada yang terekam dalam refleksi batinnya.
Tips Moderasi Beragama di Sekolah
Pertama, mesti ada kerja sama antar guru-guru agama dan guru-guru lintas agama di sekolah. Sekolah itu bukan mengekalkan label mayoritas dan minoritas, bukan soal agama apa yang dianut pimpinan sekolah dan karenanya semua guru di sekolah mesti mengikuti ‘kuasanya’ dalam hal kegiatan-kegiatan keagamaan, dan pembagian tugas mengajar pelajaran agama mesti sesuai aturan, dan mesti ada dialog iman di antara warga belajar di sekolah.
Kedua, kegiatan pembinaan bersama yang dilakukan secara bersama. Melaksanakan kegiatan lintas agama secara bersama-sama yang bersifat kemanusiaan, dan berciri kearifan lokal yang ada pada sekolahnya. Misalnya, kegiatan Natal dan Tahun Baru bersama, buka puasa bersama, idul fitri dan idul adha bersama warga belajar, mengumpulkan sedekah/bantuan untuk siswa yang terdampak bencana, pembersihan tempat ibadah secara bergantian, seminar keagamaan, memberi ucapan salam pada hari-hari keagamaan, penyusunan soal bersama di antara para guru agama pada kompetensi yang sama diantara agama-agama tersebut, kunjungan doa pada keluarga duka, dll.
Ketiga, semua kegiatan apa pun yang dibuat semuanya baik menuju jalan akhir yang ingin dicapai dengan lebih memberi contoh dan teladan. Kita belajar dari Pandemi Corona dan berbagai bencana alam dan bencana kemanusiaan.
Keempat, membuat pelajaran agama indah di kelas dan di sekolah. Walaupun ada guru agama yang dianggap minoritas di sekolahnya yang ketika mengajar tidak mempunyai ruangan untuk pembelajaran pendidikan agama di sekolahnya, tidaklah bergusar sebab semua lingkungan sekolah adalah tempat belajar dan buatlah pembelajaran menyenangkan dan berbekas. Semua tempat adalah sekolahmu dan semua orang adalah gurumu yang terbaik. Pelajaran agama mesti ditonjolkan sisi kemanusiaannya dan pada sisi normatif agama dikurangi, sebab pada sisi dan tema kemanusiaan itu diterima semua agama dan diterima semua manusia.
Penutup
Tanda orang yang berliterasi-bermoderasi beragama di sekolahnya ada pada hal-hal yang sederhana. Kesederhanaan ini ada dalam diri pegiat literasi-moderasi beragama. Mereka ini adalah para pembelajar, dan guru-guru yang mencintai Alam, yang menaati Adat, taat Agamanya, taat Azas/Aturan, juga taat Anggaran.
Bila kita sudah ikhlas beramal dalam pengoperasionalan kelima hal ini dalam dialog iman-dialog karya-dan dialog kehidupan menggunakan iman dan ilmu, percayalah kita telah mewujudkan moderasi beragama di sekolah dalam kebersamaan dan dalam harmoni pelayanan. “Panggung” seni atau “ruang” seni dan literasi bisa menjadi jalan untuk membudayakan moderasi beragama di sekolah sesuai nilai luhur budaya Indonesia. Salam Nasional. (*)