Biografi Umbu Landu Paranggi (1943 – 2021)

0
2276
Umbu Landu Paranggi. (nusabali.com)

Umbu Landu Paranggi dilahirkan di Kananggar, Sumba Timur, NTT pada tanggal 10 Agustus 1943. Ia menyelesaikan Sekolah Rakyat dan Sekolah Menengah Pertama di Sumba, menempuh Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, dan kemudian melanjutkan studi ke Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta hingga tahun 1965.

Umbu mulai menulis ketika duduk di SMP. Tahun 1960 karyanya pertama kali dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia (ruang “Fajar Menyingsing”). Umbu berusaha terus meningkatkan diri sehingga puisinya akhirnya menembus “Ruang Budaya” pada tahun 1962. Selanjutnya, sajak-sajaknya dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Gajah Mada, Basis, Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, Gelanggang, dan Pelopor Yogya.

Kumpulan sajaknya yang pertama adalah Melodia (sajak-sajak tahun 1962–1967), tetapi belum terbit. Tahun 1968 bersama-sama puisi Darmanto Jt. dan Abdul Hadi W.M., puisi Umbu Landu Paranggi hadir dalam antologi Manifes yang diterbitkan oleh Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia dan dengan ilustrasi oleh pelukis Amri Yahya.

Tahun 1965, sekeluarnya dari Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Umbu Landu Paranggi menganggur total dan menikmati gaya hidup bohemian. Akan tetapi, tidak lama kemudian ia segera menjadi redaktur mingguan Pelopor Yogya, yang segera naik tirasnya karena Umbu menampilkan pawai puisi dalam satu halaman tiap kali terbit.

Penyair-penyair muda berdatangan, dan Umbu menerima mereka dengan kesetiaan yang luar biasa. Dengan para penyair muda itu Umbu mendiskusikan masalah-masalah sastra dan filsafat hingga larut malam. Selain itu, Umbu juga menyanyikan puisinya bersama Deded, gitaris Yogya yang terkenal. Umbu dengan pembacaan puisinya dan musikalisasi puisinya kemudian merambah ke kampus-kampus dan radio-radio swasta di Yogyakarta.

Presiden Malioboro

Umbu merupakan seorang penyair yang dijuluki “Presiden Malioboro”. Julukan itu lahir karena aktivitasnya dalam berkesenian, khususnya dalam dunia sastra. Di Malioboro, Yogyakarta, bersama-sama dengan para penyair dan penulis Yogyakarta, Umbu sering bertemu, berkumpul, dan berbincang-bincang tentang masalah-masalah kebudayaan.

Julukan sebagai “Presiden Malioboro” juga tidak lepas dari posisi Umbu Landu Paranggi sebagai pengasuh Persada Studi Klub (PSK) yang didirikan pada tanggal 5 Maret 1969. Persada Studi Klub didirikannya dengan tujuan menyalurkan bakat dan minat kalangan muda yang tertarik pada kesenian, khususnya kesastraan.

Meskipun nama Persada Studi Klub mirip dengan nama rubrik “Persada” (rubrik kebudayaan mingguan Pelopor Yogya), Umbu mengatakan bahwa kesamaan nama itu hanya kebetulan saja, dan tidak ada hubungan organisatoris antara Pelopor Yogya dan Persada Studi Klub. Walaupun tidak memiliki hubungan organisatoris,

Persada Studi Klub bermarkas di kantor Pelopor Yogya yang beralamatkan di Jalan Malioboro 175 atas. Di tempat itu pula Umbu mengajarkan apresiasi puisi kepada “murid-muridnya”. Oleh karena tugasnya itu, ia sering tidur di atas tumpukan surat kabar.

Persada Studi Klub yang diasuh Umbu itu di kemudian hari ternyata cukup menunjukkan perannya yang berarti dalam membesarkan beberapa sastrawan di pentas nasional. Beberapa nama “murid” Umbu yang mengorbit di tingkat nasional atau tingkat lokal antara lain, adalah Linus Suryadi Ag., Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Suwarna Pragolapati, Joko S. Passandaran, dan Arwan Tuti Artha.

Hijrah ke Bali

Tahun 1975 Umbu Landu Paranggi meninggalkan Yogyakarta dan kemudian bermukim di Denpasar, Bali. Di Denpasar ia melanjutkan dedikasinya dalam dunia apresiasi puisi, khususnya dalam melahirkan calon-calon penyair, sebagaimana yang dilakukannya selama berada di Yogyakarta.

Di Denpasar Umbu Landu Paranggi bekerja sebagai redaktur Bali Post dengan mengasuh ruang remaja “Pos Remaja” dan ruang kebudayaan “Pos Budaya”. Ia juga membimbing generasi muda penulis seperti Wayan Jengki Sunarta, Warih Wiratsana, Putu Fajar Arcana, Cokorda Sawitri, Oka Rusmini, dan lain-lain.

Sembari membina Komunitas Jatijagat Kampung Puisi (JKP) di Bali, Umbu masih membantu Komunitas Rumahlebah Yogyakarta melahirkan Jurnal Antologi Ruang Puisi dengan duduk di dewan redaksi bersama Raudal Tanjung Banua, Frans Nadjira, dan Nur Wahida Idris. 

Umbu meninggal di Sanur, Bali, akibat Covid-19 pada 6 April 2021. Sebelum dimakamkan secara tetap dan permanen di tanah kelahirannya, Sumba, jenazah Umbu dimakamkan sementara di Taman Pemakaman Kristen Mumbul Kabupaten Badung pada Senin, 12 April 2021, setelah diantarkan ke ruang sunyi melalui liturgi peribadatan Kristiani dan upacara kurukudu, sebuah ritual adat Sumba, Nusa Tenggara Timur. (Dihimpun dari dapobas.kemdikbud.go.id., dan id.wikipedia.org/ rf/red/st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini