Waspadai “Pembunuh Senyap” dalam Kehidupan Anda

0
516
Oleh Yopy Ratulolo, Mahasiswa Semester 4 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang.

Julukan “pembunuh senyap” atau ‘the sillent killer‘ jauh dikenal untuk menyebut penyakit hipertensi. Jutaan orang di dunia tidak menyadari bahwa si pembunuh senyap itu telah lama bersemayam di dalam tubuhnya. Maklum saja, tekanan darah tinggi kian hadir tanpa menunjukkan gejala layaknya snipper yang membunuh tanpa harus menyentuh lawan musuhnya.

Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Artinya, bila tekanan darah mencapai angka 140/90 saat periksa di rumah sakit atau klinik, maka itu sudah  dikatakan hipertensi.

Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, dan diperkirakan pada tahun 2025 mendatang akan ada sebanyak 1,5 Miliar penderita hipertensi.

Di Indonesia estimasi jumlah kasus hipertensi sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Riskesdas Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan. Berdasarkan data terlihat kelompok lansia usia 55-64 tahun memiliki prevalensi hipertensi tertinggi (P2PTM Kemenkes RI, 2019).

Pada kebanyakan kasus, hipertensi baru akan terdeteksi setelah penderita mengalami komplikasi atau penyakit tertentu. Misalnya stroke, penyakit jantung, gagal ginjal dan penyakit lain yang dapat mengancam nyawa. Gejala yang perlu dicurigai adalah berupa sakit kepala dan penglihatan menjadi kabur, kelemahan anggota gerak lengan dan tungkai serta nyeri di daerah dada. Oleh sebab itu lakukan pengecekan tekanan darah berkala sangat penting untuk menghindari risiko terjadinya hipertensi. Selain itu asupan pola makan juga menjadi faktor utama untuk mencegah hipertensi itu sendiri.

Umumnya masyarakat jika dihadapkan dengan dua pilihan antara ekonomi dan kesehatan, mereka akan cenderung mengutamakan ekonomi. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang, Qatar, Swiss dan lain-lain yang justrunya lebih mengedepankan aspek kesehatan dan ekonomi di bawahnya, tidak sehat secara fisik maka kesehatan untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih layak juga akan terhambat. 

Di Indonesia, masyarakat baru akan ke fasilitas pelayanan kesehatan jika telah sekarat untuk mendapatkan pertolongan, namun hal berbeda dialami oleh negara barat layaknya Jepang yang justru menghabiskan banyak uang untuk melakukan general check up untuk menjaga kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah perlu berupaya merubah pola pikir masyarakat yang demikian.

Memang benar, sistem dan aturannya sudah baik, hanya saja “man” atau orang yang melaksanakan sistem itu yang belum sepenuhnya baik, pemerintah dan tenaga kesehatan perlu bermitra dan memberdayakan masyarakat melalui upaya promosi kesehatan agar upaya sadar dan mau menjaga kesehatan masyarakat itu dapat didayakan.

Pada akhirnya, solusi yang ditawarkan adalah; jadilah manusia yang “CERDIK”. C = Cek Kesehatan Secara Rutin, E = Enyahkan Asap Rokok, R = Rajin Aktivitas Fisik, D = Diet Seimbang, I = Istirahat Yang Cukup, K = Kelola Stress Secara Baik. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini