Estetika Ekofeminisme dan Generasi Cerdas

0
225
Oleh Charles Jama, Dosen Seni Universitas Nusa Cendana Kupang.

Angin laut pantai Namosain bulan Juli menyelimuti hangatnya festival tari yang diselenggarakan oleh PPA (Pusat Pengembangan Anak) Gereja Masehi Injili di Timor Kluster Kupang Barat. Hempasan gelombang suara teriakan para pendukung grup tari menenggelamkan dinginnya angin laut. Semarak suara para pendukung bagai musik pengiring gemulainya gerak tangan dan kokohnya kaki para penari. Malam itu, pantai Namosain bagai rahim yang melahirkan para seniman muda dalam bidang tari.

Generasi Cerdas: Festival Tari Menumbuhkan Potensi Seni

“Generasi Cerdas” merupakan tema kegiatan Festival Tari PPA Klaster Kupang Barat. Tema ini dipilih sebagai upaya menumbuhkan potensi-potensi peserta PPA. Untuk menumbuhkan potensi dan mencapai generasi cerdas, salah satu pendekatannya melalui seni tari.

Festival ini didesain oleh dewan anak, tim klaster dan koodinator yang didukung oleh gembala sidang serta komisi. Hampir seluruh tim kreatif dan tim kerja adalah anak-anak muda. Hal ini menunjukkan gerakan massal para pemuda mewujudkan generasi cerdas. Tema baik ini tercermin dari hadirnya seniman-seniman panggung tari yang terdiri atas anak-anak dan remaja usia 9 – 14 tahun dan 14 – 19 tahun. Setiap grup membawakan karya tari kreasi baru.

Tari kreasi baru ditetapkan sebagai materi lomba untuk membuka ruang kreatifitas. Mengingat selama ini ruang kreativitas itu dipenjara oleh kondisi terbatasnya ruang-ruang kreatif. Terutama dalam menggarap karya berbasis seni tradisi.

Keterbatasan ruang kreatif ini menjadi pemisah antara generasi muda dari tradisi. Hal ini menjadi alasan kunci mengangkat tari kreasi baru sebagai cara mendekatkan anak muda dengan tradisinya.

Melalui tari kreasi baru ada ruang jumpa antara yang tradisi dan yang modern. Melalui garapan tari kreasi baru, nilai estetika seni tradisi tetap dijaga. Hanya cara menggarapnya saja yang kekinian.  

Tari kreasi baru adalah karya tari yang dicipta berdasarkan roh seni tradisi. Ragam gerak tradisi dipakai sebagai titik pijak dalam menciptakan kreasi baru. Tari kreasi baru diciptakan untuk menjawab kebutuhan zaman agar selalu diminati oleh setiap generasi. Musik pengiringnya pun dapat dipadukan dengan instrumen musik modern termasuk garapannya. Musik pengiring tidak terikat pada pakem-pakem musik tradisi.

Meskipun tari yang dipentaskan umumnya karya yang telah ada, namun terdapat beberapa kelompok yang membawakan hasil ciptaan peserta. Cara menggarapnya juga sangat kekinian dengan mengadopsi berbagai gerak tari nusantara. Di sini ada ruang komunikasi antarbudaya yang dibangun oleh para peserta. Misalnya, tari Cakalele asal Maluku dikolaborasi dengan tari dari etnis Alor. Terdapat kelompok yang membawakan tarian etnis Rote, namun penarinya berasal dari etnis Sabu.  

Dalam festival ini ruang kreativitas membuka sekat antarsuku dan etnis. Tujuan mereka selain mengekspresikan potensi seninya, juga berlomba dalam mengapresiasi karya seni tradisi di luar budayanya. Di tengah nuansa tari kreasi baru, terdapat grup tari yang membawakan seni tradisi. Untuk grup yang membawakan karya tradisi mendapat perhatian khusus dewan juri.

Estetika Ekofeminisme dan Karya Tari Kreasi Baru

Kegiatan festival ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional. Pertanyaan pentingnya adalah apa hubungan antara Hari Anak Nasional dengan estetika ekofeminisme yang ditampilkan oleh sebagian besar grup tari pada festival ini?

Estetika ekofeminisme adalah karya seni yang didominasi oleh konsep ekofeminisme. Tong (2010) menjelaskan ekofeminisme adalah sebuah aliran filsafat yang berhubungan dengan kearifan kuno terutama melihat hubungan perempuan dan alam. Konsep utama estetika ekofeminisme adalah karya-karya seni yang berkaitan dengan lingkungan alam dan perempuan.

Karya-karya tari dalam Festival Tari PPA Klaster Kupang Barat didominasi oleh estetika ekofeminisme. Terdapat dua indikasi estetika ekofeminisme dalam festival ini. Pertama, seniman muda yang tampil mayoritas perempuan. Kedua, judul tari yang disajikan berkaitan dengan aktivitas perempuan dan alam.

Salah satu judul tarian yang berkaitan dengan estetika ekofeminisme dalam festival tari ini adalah Tumbuk Jagung (Hae Ngae) sebuah tari kreasi baru berbasis seni tradisi etnik Helong Semau. Tarian ini menceritakan aktivitas perempuan etnik Helong Semau dalam menumbuk jagung. Setiap perempuan etnik Helong Semau wajib memiliki kemampuan menumbuk dan memasak jagung. Selain itu perempuan etnik Helong Semau dituntut untuk pandai bertani dan merawat jagung mulai dari menanam hingga panen sampai pada pengolahannya.

Estetika ekofeminisme juga ditampilkan melalui tari “Menanam Padi” dan “Tari Nyiru”. Dua tarian ini dibawakan dengan apik oleh masing-masing grup. Kedua tari ini sangat kental merepresentasikan peran perempuan dalam melestarikan dan menjaga keseimbangan alam. Garapan tari berbasis estetika ekofeminisme perempuan masa kini menunjukan eksisitensi dirinya dalam mengajarkan tentang perempuan dan alam. Tentang mengolah alam secara bijaksana seperti sistem pertanian yang ramah lingkungan.

Melalui estetika ekofemisime, perempuan masa kini tidak hanya berada pada wilayah domestik. Perempuan menjadi kunci dalam menyiapkan dan melanjutkan genealogi kehidupan masa kini dan di masa depan. Perempuan memiliki hak yang sama dan bahkan menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi di masa kini. Hal ini dibuktikan melalui karya-karya industri kreatif melalui festival tari.

Catatan Terhadap Sinopsis Karya Tari Kreasi Baru

Di tengah gegap gempita festival tari ini, satu catatan penting perlu diperhatikan yaitu tentang sinopsis tari kreasi baru yang dilombakan. Sinopsis dalam karya seni tari adalah ringkasan atau abstraksi sebuah karya tari. Artinya, melalui sinopsis yang dibuat, penonton atau dewan juri memahami alur cerita dan ide garapannya.

Dari sinopsis yang diterima oleh dewan juri, didapati beberapa kekeliruan dalam membuat atau menarasikan sinopsis.

Pertama, tidak ada kesesuaian sinopsis dengan karya tari kreasi baru yang diciptakan. Sinopsis karya tari yang dibuat tidak merepresentasikan karya. Sepertinya, sinopsis dibuat setelah karya tari diciptakan. Sehingga sinopsis yang disodorkan ke juri terkesan dipaksakan. Idealnya sinopsis ditulis terlebih dahulu sebelum karya diciptakan. Kalaupun sinopsis dibuat setelah karya dibuat, sinopsis baiknya ditulis dengan tepat sesuia dengan karya tarinya dan semenarik mungkin agar penonton dapat memahami karya tari yang disuguhkan.

Kedua, terdapat banyak kesamaan sinopsis antara tari yang satu dengan tari yang lain. Ketiga, daerah asal tari yang digarap tidak diketahui oleh pembuat sinopsis. Pada saat sesi komentar, peserta ditanyai asal tari dan nama tari, sayangnya peserta tidak mengetahui asal dan nama tari yang dipentaskan.

Keempat, meskipun panitia menyebut judul tari, namun tidak membacakan sinopsis sebelum tari dipentaskan. Seyogianya sinopsis dibacakan sebelum tari dipertunjukan untuk memberi gambaran bagi penonton tentang cerita dan makna dalam tari.

Keempat catatan di atas menegaskan tentang pentingnya membuat sinopsis dalam menggarap sebuah karya tari kreasi baru. Sinopsis dalam sebuah karya seni tari adalah ringkasan akademik. Sebab, sinopsis merupakan panduan dalam menggarap tari, terutama karya tari kreasi baru. Melalui gerakan-gerakan tari ide atau gagasan tervisualisasi. Dengan demikian, ada kesatuan yang utuh antara sinopsis dan gerakan tari. (*)   

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini