TTS, SEKOLAHTIMUR.COM – Setiap orang memperjuangkan hidupnya dan berjuang untuk masa depannya. Dalam perjuangan itu, butuh pengorbanan yang besar. Termasuk rela meninggalkan kampung halaman dan keluarga tercinta untuk mengadu nasib ke negeri orang.
Demikian halnya yang dialami oleh Drs. Ananias Faot, M.Si. Pria kelahiran Desa Tetaf, Kecamatan Kuatnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur ini harus meninggalkan kampung halaman dan keluarga tercinta sejak berusia 10 tahun untuk melanjutkan pendidikan dan meniti karier di bumi Cendrawasih, Papua.
Alhasil, pengorbanan tersebut membawa dirinya ke tangga karier sebagai ASN hingga menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusa (BKPSDM) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah saat ini.
Ditemui oleh tim media di Blessing Hotel, Kota Soe pada Sabtu (31/12/2022), pria kelahiran 1972 ini menceritakan kisah perjalanan hidup dan perjuangannya di rantauan. Dirinya menyampaikan perasaan sedihnya ketika harus meninggalkan kampung kelahiran dan keluarga ke tempat yang sangat jauh.
Ananias mengisahkan bahwa kehidupan ekonomi keluarganya pada saat itu sangat memprihatinkan. Bahkan buat makan saja, ayahnya harus berjuang keras dari bertani untuk bisa menghidupi dirinya bersama 6 orang saudara kandungnya.
“Saya lahir di rumah bulat. Untuk makan saja, bapak harus bekerja sangat keras. Kondisi saat itu memang sangat sulit untuk mendapatkan makanan. Jadi kami terpaksa harus makan kacang racun (kot pesi kalau dalam bahasa Dawan Timor) yang proses memasaknya butuh delapan kali dan biji asam yang prosesnya juga sangat sulit,” kisah Ananias.
Melihat kondisi ekonomi keluarga yang begitu sulit, akhirnya Ia memutuskan untuk berangkat bersama salah satu pamannya ke tanah Papua pada tahun 1982, tepatnya ke Mimika (sekarang Kabupaten Mimika) yang dulunya adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Fak-Fak, Provinsi Papua (saat itu masih Irian Jaya).
“Saya berangkat ikut om (paman) ke Papua pada tahun 1982. Saat itu saya masih kelas III SD. Kemudian melanjutkan SD di kabupaten Fak-Fak dan tamat di sana, lalu masuk SMP di kabupaten Fak-Fak tetapi tidak menyelesaikannya di Fak-Fak karena om (paman) dipindahtugaskan ke Mimika sehingga saya menyelesaikan SMP di Mimika,” kata Ananias.
Ia melanjutkan, usai tamat SMP di Mimika dirinya kembali ke Fak-Fak dan melanjutkan SMA hingga tamat. Pada tahun 1991, ia mengikuti tes STPDN (saat itu pascaperubahan nama dari APD Nasinonal) dan dinyatakan lulus sebagai salah satu pendatang bersama 2 orang teman. Selanjutnya ia mengikuti pendidikan di Jatinangor, Bandung. Karena waktu itu programnya Diploma III, maka ia diwajibkan bekerja selama dua tahun baru boleh melanjutkan pendidikan S-1.
“Setelah menyelesaikan D-3, maka kami dikembalikan ke Irian Jaya pada saat itu dan saya ditugaskan di Kabupaten Jayawijaya yang dikenal dengan Wamena selama kurang lebih satu bulan, lalu ditempatkan lagi di satu kecamatan yang sangat sulit dan terpencil, tepatnya berbatasan dengan Papua Nugini selama satu tahun,” kenangnya.
“Kemudian dipindahkan lagi ke perwakilan kecamatan sebagai staf. Satu tahun bertugas di sana, diangkat sabagai kepala perwakilan kecamatan, kemudian berubah status menjadi kecamatan pembantu. Selanjutnya terjadi pemekaran di 53 kecamatan se-Irian Jaya pada saat itu dan diangkat lagi sebagai camat definif pada tahun 1996. Setelah itu tepatnya tahun 1999 saya diberi kesempatan oleh pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan S-1 di Institut Ilmu Pemerintahan di daerah Cilandak, Jakarta Selatan,” lanjutnya.
Selepas dari pendidikan S-1, Ananias ditempatkan di Kabupaten Fak-Fak kurang lebih 8 tahun di Sekretariat Daerah pada bagian organisasi, bagian umum, dan bagian pemerintahan (sebagai Kasubag). Tahun 2010 ia pindah atas permintaan sendiri ke Kabupaten Mimika dan diangkat menjadi Kepala Distrik (statusnya sama dengan Camat) selama dua tahun di daerah Freeport (kawasan perkantoran Freeport namanya Kecamatan Kuala Kencana) selama dua tahun.
“Lalu dipindahkan ke Kecamatan Hoya (daerah pegunungan yang sangat sulit dan tidak ada orang pendatang, hanya saya sendiri) dan menjabat selama 9 bulan. Tahun 2015 dipindahkan lagi ke Kecamatan Mimika Timur Jauh (daerah pesisir),” ujarnya.
“Setelah itu pada tahun 2016 dipindahkan lagi sebagai Kepala Distrik (Camat) ke Kecamatan Mimika Baru (daerah kota) sampai dengan tahun 2020. Kemudian saya diberikan kepercayan menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Mimika. Dan puji Tuhan, kepercayaan dari Pimpinan Daerah di Kabupaten Mimika berlanjut hingga pada Juni 2022 lalu, saya diangkat menjadi Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Mimika,” kisah Ananias.
Aninias juga mengakui bahwa apa yang diraih saat ini, tidak terlepas dari doa orang tua dan keluarga. “Tuhan memperhitungkan setiap doa dari orang tua dan keluarga besar di tanah Timor hingga saya mencapai titik ini. Saya bersyukur terlahir sebagai orang Timor yang diutus Tuhan untuk melayani saudara-saudara kita di tanah Papua,” kata Ananias penuh haru.
“Apa yang saya capai saat ini bukan berarti tanpa tantangan. Namun ketika dihadapkan dengan tantangan, Tuhan memberi jalan keluar melalui berbagai cara. Termasuk saudara-saudara orang asli Papua yang banyak berkontribusi membantu saya selama ada di tanah Papua. Mereka (orang asli Papua) seperti saudara kandung bagi saya dan keluarga,” tutup Ananias. (Lenzho Asbanu/rf-red-st)