Transformasi tata kelola pendidikan yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejauh ini, terlihat sangat visioner. Terobosan Kemendikbudristek melalui 26 episode paket kebijakan merdeka belajar adalah indikatornya.
Salah satu program unggulan di ranah kepemimpinan pendidikan dan pembelajaran adalah Program Guru Penggerak (PGP). PGP dirancang untuk mendorong guru-guru melakukan terobosan dan inovasi sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid, berkolaborasi dengan rekan-rekan sejawat guru, serta pengorbit para pemimpin manajerial seperti kepala sekolah dan pengawas sekolah. Pelaksanaan PGP berlangsung 6 – 9 bulan, dengan ruang lingkup materi mencakup kepemimpinan dalam pembelajaran, manajemen sumber daya pendidikan, serta pengambilan keputusan. Durasi waktu pelatihan dan materi yang dipelajari, membuktikan keseriusan Kemendikbudristek dalam mempersiapkan kompetensi para guru penggerak.
Kemendikbudristek kemudian membuat support system melalui regulasi, antara lain Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak dan Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Secara tersirat, regulasi ini sekali lagi menggambarkan semangat transformasi Kemendikbudristek, untuk memanfaatkan kompetensi para guru penggerak sebagai agen-agen perubahan di ekosistem pendidikan.
Selanjutnya, pemerintah daerah dengan kewenangan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memiliki acuan hukum untuk mengangkat guru dalam jabatan fungsional kepala sekolah dan pengawas sekolah. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak perlu menghabiskan anggaran APBD, untuk melaksanakan pelatihan calon kepala sekolah dan pengawas sekolah, karena PGP dibiayai penuh oleh APBN.
Sebagai user, pemprov dan pemkab/pemkot dapat memetakan kebutuhan kepala sekolah dan pengawas sekolah di daerah, untuk diakomodir dalam Sistem Pengangkatan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah yang dikembangkan Kemendikbudristek. Sistem ini menyediakan data guru-guru yang telah memenuhi persyaratan administrasi di setiap provinsi dan kabupaten/kota.
Akan tetapi, belum semua pemprov, pemkab/pemkot memanfaatkan kemudahan ini untuk mendukung akselerasi transformasi pendidikan di daerah. Politisasi guru adalah salah satu isu hangat yang terus bergulir. Tri Pujiati dalam opininya di JawaPos.com, 7/12/2023 berjudul Guru di Persimpangan Politik menulis, dalam konteks otonomi daerah, guru lebih mudah dipengaruhi oleh kebijakan birokrasi. Kecenderungan ini berkaitan dengan pengangkatan kepala sekolah dan pengawas untuk kepentingan elektoral kepala daerah
Transformasi Berbasis Merit dan Data
Ace Suryadi dalam bukunya Membangun Meritokrasi Pendidikan Indonesia, menjelaskan pentingnya keahlian dan profesionalisme sebagai faktor penentu dalam tata kelola pendidikan di Indonesia. Menurutnya, transformasi proses pendidikan dan pembelajaran dapat terwujud, melalui penerapan kebijakan berbasis merit. Meritokrasi merupakan system yang menjunjung tinggi faktor kompetensi dan prestasi dalam promosi kepemimpinan, termasuk para pemimpin pendidikan dan pembelajaran. Pada konteks ini, PGP merupakan strategi Kemendikbudristek untuk mendorong kepemimpinan di bidang pendidikan yang berbasis kompetensi.
Sampai dengan akhir 2023, jumlah guru penggerak di Indonesia mencapai 50 ribu, dan akan bertambah menjadi 100 ribu orang pada 2024 ini (www.kompas.com, 26/11/2023). Dari jumlah tersebut, 9.000 di antaranya telah diangkat sebagai kepala sekolah. Secara nasional, Kabupaten Bandung Barat, merupakan daerah yang paling banyak mengangkat guru penggerak menjadi kepala sekolah. Sebanyak 81 kepala SMP dan 66 kepala SD diangkat dari lulusan guru penggerak di daerah tersebut, (www.disdikkbb.org, 5/8/2023). Hal ini berbanding terbalik, misalnya dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di Nusa Tenggara Timur, yang hanya mengangkat masing-masing 1 kepala TK dan 1 kepala SMP dari guru penggerak. Hingga Maret 2024, Kabupaten TTS memiliki 59 guru penggerak semua jenjang dari angkatan 4,7 dan 8, beberapa diantaranya telah memenuhi persyaratan sesuai regulasi.
Di level pengawas sekolah, data kebutuhan pengawas SMA/SMK di Provinsi NTT sesuai Dashboard Perhitungan Kebutuhan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah di Kemendikbudristek cukup tinggi, yakni 150 orang. Sebagai gambaran di Kabupaten TTS, jumlah pengawas SMA/SMK yang aktif sebanyak 3 orang, dengan jumlah sekolah dampingan mencapai 56 SMA Negeri dan swasta, serta 54 SMK negeri dan swasta, (berdasarkan data Dapodik Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun pelajaran 2023/2024). Dengan total jumlah SMA/SMK mencapai 110 sekolah, dibagi dengan tiga pengawas, maka rata-rata satu pengawas mendampingi 36 sekolah. Rasio yang ideal adalah 1 pengawas mendampingi maksimal 8 sekolah.
Kondisi tersebut menggambarkan betapa beratnya beban kerja ketiga pengawas, dengan topografi wilayah seluas Kabupaten TTS. Rasanya sulit untuk melaksanakan tugas pokok pengawas sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Menurut Permen PAN dan RB ini, tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan kegiatan pendanpingan dalam peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah binaan, meliputi 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan kerja, pendampingan perencanaan program sekolah, pendampingan pelaksanaan program sekolah, dan pelaporan kinerja yang bersiklus.
Kondisi ini dapat menjadi acuan Pemerintah Provinsi NTT, sesuai kewenangan pada jenjang SMA/SMK/SLB, untuk memenuhi kebutuhan pengawas SMA/SMK sesuai rasio. Dashboard Perhitungan Kebutuhan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah di Kemendikbudristek, juga menyediakan data jumlah guru penggerak yang telah lulus uji kompetensi perpindahan jabatan fungsional guru ke fungsional pengawas sekolah jenjang SMA/SMK di NTT pada tahun 2023 lalu, yaitu sebanyak 72 guru. Artinya, pemprov NTT telah memiliki 72 tenaga kompeten siap pakai yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengawas sekolah.
Inilah kemudahan yang disiapkan Kemendikbudristek, untuk mendorong akselerasi transformasi pendidikan di daerah berbasis data yang akuntabel. Pilihan kini ada di tangan para kepala daerah, untuk mengangkat para pemimpin pendidikan sesuai mekanisme dan regulasi yang ada. Surat Dirjen GTK Kemendikbudristek tertanggal 18/2/2024, yang ditujukan kepada para Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BKD se-Indonesia dapat menjadi rujukan.
Poin ke-6 isi surat itu dengan tegas mengatakan bahwa, pengangkatan kepala sekolah dan pengawas sekolah, yang dilakukan tidak sesuai persyaratan dan mekanisme pengangkatan menurut ketentuan perundang-undangan, dapat berakibat hukum pada status keabsahaan pengangkatan dan hak yang akan diterima oleh yang bersangkuan, termasuk tunjangan profesi. Dengan menimbang risiko yang mungkin terjadi, isi surat tersebut dapat menjadi bahan kontemplasi para pihak terkait dalam mengambil kebijakan di ranah kepemimpinan pendidikan.
——
Muhamad Nasrul Aba Nuen, S.Pd., adalah seorang guru di SMA Negeri Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Beberapa karya bukunya yakni “Pendidikan di Mata Guru Pelosok” (2020), NTT dalam Keberagaman, Kumpulan Feature Perlindungan Anak (2021), dan Antologi Esai Literasi NTT (2022). Tahun 2023 ia menjadi finalis Apresiasi GTK Esai Merdeka Belajar oleh BGP NTT. Dapat dihubungi melalui nomor kontak 082195437286, dan alamat email: buyungnoya@gmail.com.