Ciuman pada dasarnya ungkapan kasih sayang kepada seseorang. Ciuman yang digunakan dalam acara keagamaan adalah ciuman yang dianggap sebagai tindakan suci. Dalam periode awal Kristen, ciuman adalah suatu ritual. Paulus sendiri menekankan salam kepada jemaat di Korintus, Roma, dan Tesalonika dengan cium kudus.
Salah satu kisah paling menarik yang sering diceritakan ulang dalam perayaan Jumat Agung adalah kisah mengenai penangkapan Tuhan Yesus di Taman Getsemani. Di sana Ia meminta semua murid-Nya untuk berdoa agar mereka tidak jatuh ke dalam pencobaan.
Di tempat yang tidak terlalu jauh dari murid-murid-Nya, Ia berdoa sendirian agar Bapa memberikan kekuatan bagi-Nya untuk menanggung dosa umat manusia di kayu salib. Di saat-saat seperti itu, murid-murid-Nya justru tidur kelelahan karena bersedih (Lukas 22: 45).
Kemudian datanglah serombongan orang, yang kemudian diketahui adalah para pengawal Bait Allah, tua-tua Israel dan iman-imam kepala dan bahkan ada seorang hamba Imam Besar (Lukas 22: 50 – 53). Mereka dipimpin oleh Yudas, salah seorang murid Tuhan Yesus.
Yudas pun mendekati Tuhan Yesus untuk mencium-Nya. Tuhan Yesus mengetahui maksud dan tujuan Yudas sehingga Ia berkata kepada Yudas: “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?”. Orang Israel menganggap sebagai hal yang lumrah jika seorang murid memberikan salam kepada guru agama atau rabi-nya dengan cara mencium.
Ciuman pada dasarnya ungkapan kasih sayang kepada seseorang. Ciuman yang digunakan dalam acara keagamaan adalah ciuman yang dianggap sebagai tindakan suci. Dalam periode awal Kristen, ciuman adalah suatu ritual. Paulus sendiri menekankan salam kepada jemaat di Korintus, Roma, dan Tesalonika dengan cium kudus.
Dengan ciuman, Yudas menyerahkan Yesus untuk disalib. Ciuman yang seharusnya memberikan bukti kasih sayang seseorang, dipakai sebagai senjata kejahatan. Ciuman Yudas terlihat sebagai penghormatan seorang murid kepada gurunya. Tapi ternyata itu adalah tanda pengkhianatan.
Dewasa ini, ‘ciuman’ seperti apakah yang Anda berikan kepada orang-orang di sekitar Anda? Ciuman kudus seperti yang Yesus mau dan Paulus ajarkan? Atau ciuman Yudas yang mematikan?
Kepada Tuhan, ada yang mencium dengan sungguh-sungguh tapi tindakan mereka membuat Tuhan geleng-geleng kepala. Kepada istri/suaminya, ada yang dengan mesranya mencium, tapi ternyata kasih cinta mereka tidak buat satu orang. Kepada pacar, mereka katakan sangat mencintai mereka dan mencium mereka. Namun kenapa menghadirkan seks bebas di tengah-tengah mereka, sebuah bukti betapa rendahnya anggapan mereka tentang pacar mereka sendiri. Kepada anak, orangtua, rekan kerja, saudara, orang-orang di sekitar, kita katakan cinta buat mereka dan ‘mencium’ mereka. Tapi seringkali perkataan beda dengan perlakuan. Marilah lakukan hal yang sesuai dengan keyakinan, pemikiran, dan kehendak Yesus di dalam hidup kita.
Dalam hidup sehari-hari manusia sering melakukan ciuman serupa ciuman Yudas. Manusia pura-pura bermanis muka memberi sedekah pada sesamanya tapi niatnya bukan tuk menolong tetapi cari muka untuk popularitasnya. Atau sering manusia memuji rencana tindakan bodoh pimpinannya agar nanti pimpinannya jatuh gara-gara tindakannya itu lalu si pemuji menggantikan kedudukannya.
Pengalaman dikhianati sangat menyakitkan, apalagi jika sang pengkhianat bisa membungkusnya dengan apik dalam ”kemasan rohani”. Yudas memakai ciuman untuk mengkhianati Yesus. Ciuman di kening adalah tanda kasih, kedekatan, dan persaudaraan. Dengan ciuman itu Yudas berharap bisa menangkap Yesus secara elegan. Pikirnya, Yesus dan para murid pasti mengira ia masih tetap mengasihi Yesus. Sandiwara cinta ini mungkin bisa menipu para murid, tetapi Yesus tidak bisa ditipu. Dia tahu ciuman Yudas tidak tulus. Bukan tanda kasih, melainkan tanda pengkhianatan. Maka Dia menegur Yudas dan menyimpulkan, ”inilah kuasa kegelapan itu” (ayat 53).
Oleh karena itu, bersikap ramah dan hangat itu perlu. Sebuah jabat tangan, pelukan, ciuman, dan sikap penuh perhatian penting untuk menyatakan kasih. Namun, pastikan kita melakukannya dengan tulus. Tanpa kamuflase. Sebab jika kita memakainya sekadar untuk menjaga ”topeng kerohanian” kita, orang akan merasa ditipu dan dikhianati. Tidak jauh beda dengan ciuman Yudas! (Penulis: Ostond Suru)