Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR.COM – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maranatha Kupang menggelar kuliah umum pada Kamis (12/12/2024) di aula utama kampus yang berlokasi di Jln. Kampung Bajawa Nasipanaf, Desa Baumata Barat, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT.
Kuliah umum yang mengusung tema “Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Seksual (KS) bagi Mahasiswa” itu terselenggara berkat inisiasi dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Timur (P3AP2KB NTT).
Muhammad Saleh Nuwa, S.Kep., Ns, M.Kep., selaku Plt. Ketua STIKes Maranatha Kupang mengatakan, kegiatan tersebut sangat bernilai positif dan memberikan manfaat bagi civitas academica, sehingga atas nama institusi dirinya menyambut baik kegiatan tersebut dan secara khusus berterima kasih kepada Dinas P3AP2KB NTT.
“Selamat datang di STIKes Maranatha Kupang,” kata Muhammad Saleh Nuwa kepada Kepala Dinas P3AP2KB NTT bersama rombongan yang hadir, “Kami juga dikenal dengan sebutan Kampus Ungu yang mempunyai semboyan: Melayani dengan Kasih”.
Muhammad Saleh Nuwa mengakui kuliah umum tersebut merupakan kesempatan yang baik bagi STIKes Maranatha Kupang karena mengangkat sebuah topiknya yang sangat penting dan menjadi masalah yang sedang tren di masyarakat. Menurutnya, berita tentang tindakan kekerasan terus meningkat dari berbagai media, sehingga perlu diwaspadai dan mendapat perhatian lebih.
Ia juga menekankan perihal masalah kekerasan seksual di kalangan mahasiswa. Menurutnya, kekerasan seksual itu bukan hanya pemerkosaan, tapi mulai dari tindakan-tindakan yang sebelumnya mungkin dinormalisasi pada lingkungan pergaulan seperti catcalling atau pelecehan seksual yang dilakukan dengan memberikan kata-kata tidak senonoh kepada rekan lain.
“Sebenarnya ada banyak jenis kekerasan seksual yang kita lakukan atau alami selama ini, tapi kita belum menganggap itu masalah karena belum paham,” imbuh Muhammad Saleh Nuwa di hadapan 500-an mahasiswa/i yang berasal dari Prodi S1 Keperawatan, D3 Keperawatan, dan D3 Kebidanan.
Karena itu, sekali lagi ia menekankan bahwa kegiatan kuliah umum itu menjadi kesempatan yang baik bagi mahasiswa untuk belajar lebih banyak. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa saat ini STIKes Maranatha Kupang telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Ia berharap, keberadaan satgas internal tersebut bisa meningkatkan kesadaran seluruh warga kampus tentang pencegahan kekerasan.
Muhammad Saleh Nuwa mengajak seluruh mahasiswa untuk ‘lapar’ dengan informasi dan pengetahuan baru yang disampaikan Dinas P3AP2KB NTT tersebut. Ia mengingatkan peran mahasiswa/i, khususnya ketika kelak telah resmi menjadi tenaga kesehatan, bisa melakukan kegiatan primer berupa upaya promotif dan preventif.
“Kita perlu lakukan edukasi bersama, karena dampak dari tindakan kekerasan sangat besar, tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tapi juga menimbulkan psikologis, sosial, spiritual, dan sebagainya. Kita punya peran yang sangat penting. Setidaknya setelah mendapat informasi ini, kita bisa teruskan ke orang sekitar,” pesan Muhammad Saleh Nuwa.
Agen Perubahan Anti Kekerasan
Kepala Dinas P3AP2KB NTT, Ruth D. Laiskodat, S.Si, Apt, M.M., sebagai narasumber utama pada kuliah umum tersebut mengungkapkan alasan memilih mahasiswa/i sebagai sasaran edukasi karena ingin menciptakan banyak agen perubahan bagi masyarakat NTT.
Selain itu, ia juga berkaca pada pengalaman penanganan kasus kekerasan yang terjadi di NTT selama ini, pada umumnya membutuhkan biaya yang relatif besar. Karena itu, ia bersama seluruh staf Dinas P3AP2KB NTT meyakini tindakan promotif dan preventif menjadi pilihan yang terbaik untuk dilakukan saat ini.
“Dari semua pendekatan yang ada, tindakan preventif paling penting,” tegas Ruth D. Laiskodat yang pada saat penyampaian kuliah umum itu juga didampingi Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas P3AP2KB NTT, Dr. Nikolaus N. Kewuan, S.Kep., Ns, MPH.
Pada kesempatan itu, Ruth D. Laiskodat mengawali kuliahnya dengan menegaskan kembali tentang hak setiap warga negara yang perlu mendapat perlindungan dari berbagai bentuk tindakan kekerasan. Karena telah dijamin oleh UU, maka ia menekankan agar setiap orang perlu mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing yang berkaitan dengan tindakan kekerasan.
Menurutnya, cara paling mudah bagi warga kampus agar terhindar dari tindakan kekerasan adalah membangun pola pikir bahwa kita semua bersaudara. Begitu pula dalam lingkungan keluarga, lanjut Ruth D. Laiskodat, semua anggota keluarga harus bisa saling menjaga. Selama ini, ia mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terus meningkat dan korbannya paling banyak terjadi pada perempuan dan anak-anak.
“Laki-laki tidak boleh lakukan kekerasan, lihat perempuan itu seperti saudarimu sendiri,” imbuhnya.
Ruth D. Laiskodat juga menyarankan, selama berinteraksi di kampus sebaiknya membiasakan memanggil orang dengan budaya lokal yang membangkitkan semangat positif. Sebagai contoh, ia menyarankan memanggil Bo’i untuk perempuan dari Rote; Enu untuk perempuan Manggarai, dan sebagainya.
“Hindari mengejek, lebih baik memberi apresiasi,” lanjutnya.
Selain itu, ia juga menyarankan agar mahasiswa membiasakan diri untuk melakukan afirmasi positif bahwa setiap orang itu bisa atau mampu menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Ruth D. Laiskodat mengingatkan mahasiswa untuk tidak boleh mengecilkan diri sendiri dari hal yang tidak penting.
Lebih lanjut, Ruth D. Laiskodat membeberkan berbagai jenis KDRT (termasuk kekerasan seksual) yang terjadi selama ini. Tidak hanya itu, ia juga menunjukkan sanksi hukum yang akan diterima pelaku jika melakukan tindakan kekerasan. Sanksinya disesuaikan jenis tindakan kekerasan, tapi pada umumnya akan dihukum kurungan penjara selama 5 sampai 15 tahun dan disertai denda sebesar 10 Juta sampai 1 Milyar. Hukuman itu bisa ditambah 1/3 lebih berat lagi kalau dilakukan oleh orang terdekat, orang yang teredukasi dan mendapat wewenang lebih atau sebagai atasan, dan berbagai kondisi lainnya.
“Makanya tindakan preventif paling penting,” tegasnya sekali lagi.
Sebagai upaya preventif di lingkungan kampus, Ruth D. Laiskodat menyarakankan agar STIKes Maranatha Kupang bisa mengimplementasikan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Menurutnya ada tiga upaya yang bisa dilakukan.
Pertama, upaya pencegahan bisa dilakukan melalui kegiatan pembelajaran; penguatan tata kelola; penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik & tenaga kependidikan. Kedua, bila tindak kekerasan sudah terjadi perlu ada tindakan penanganan seperti pendampingan; pelindungan; pengenaan sanksi administratif; dan pemulihan korban. Ketiga, pembentukan Satgas Penanganan & Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) yang bertugas menerima laporan; pemeriksaan; penyusunan kesimpulan & rekomendasi; pemulihan; tindakan pencegahan & keberulangan.
“Terima kasih karena di sini sudah terbentuk Satgas PPKS. Nanti kalau ada masalah yang tidak tertangani bisa dilaporkan lebih lanjut ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang berada di bawah naungan Dinas P3AP2KB NTT,” kata Ruth D. Laiskodat.
Ia mengajak semua pihak, entah korban maupun orang yang melihat kejadian tindakan kekerasan, agar berani dan segera melapor ke UPTD PPA melalui telepon ke nomor 129 atau WA 0811129129 (semua layanan bebas pulsa).
Ruth D. Laiskodat memberi saran, kalau kekerasan itu dilakukan pertama kali oleh pelaku, mungkin bisa dimaafkan. Tapi kalau sudah dua kali atau lebih, ia menyarankan untuk segera lapor. Menurutnya, banyak kasus yang terungkap selama ini karena telah menimbulkan dampak fatal. Setelah didalami lebih jauh, tindakan kekerasan itu telah terjadi berulang-ulang sebelumnya.
“Kita semua harus berani melapor, lebih cepat diketahui, lebih cepat ditangani,” tegas Ruth D. Laiskodat
Ruth D. Laiskodat juga menekankan tentang pentingnya memupuk rasa empati sebagai salah satu senjata memerangi tindakan kekerasan. Menurutnya, sikap empati membuat orang bisa menghargai orang lain, sehingga tidak mungkin ada tindakan kekerasan. Karena itu, ia mengajak mahasiswa sebagai agen perubahan supaya memiliki rasa empati dengan orang lain dan lingkungan di sekitar.
“Upayakan kehadiran kita di semua tempat mendatangkan kedamaian,” tandasnya. (Penulis: Saverinus Suhardin/rf-red-st)