Menjadi Guru PAKAT di Tengah Gempuran Disrubsi Teknologi

0
95
Oleh Oswaldus Agustinus Kerobi Keraf, S.Pd., Guru SMA Negeri 3 Kupang

Fenomena Umum

Kita telah masuk era disrubsi, yang ditandai kemajuan teknologi melalui hadirnya internet, perangkat digital, kecerdasan buatan (AI) serta teknologi informasi lainya. Ari Riswanto (2024) dalam bukunya Strategi Manajemen: Konsep, Teori, dan Implementasi, mengatakan bahwa “Era Disrubsi diartikan sebagai periode di mana perubahan besar terjadi akibat perkembangan teknologi, perubahan preferensi konsumen, atau inovasi bisnis yang mengganggu model bisnis tradisional”. Ibarat mata uang koin yang memiliki dua sisi, perkembangan teknologi di era ini di satu sisi membawa kemudahan namun di sisi lain dihadapkan dengan persoalan cukup serius akibat kurang bijak menggikuti perkembangan ini.

Ketika dilihat dalam konteks pendidikan, guru mau tidak mau harus belajar menggunakan teknologi agar tidak ketinggalan informasi dunia pendidikan. Harus diakui dalam era disrubsi ini, pemanfaatan teknologi pendidikan menjadi sebuah syarat dalam proses belajar mengajar. Guru pendidikan agama katolik harus dapat mengajarkan nilai-nilai kekatolikan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, agar dalam keseharianya peserta didik mampu menunjukan perilaku berakhlak mulia.

Guru Pendidikan Agama Katolik (PAKAT) mempunyai tanggung jawab membentuk karakter Iman Katolik peserta didik menghadapi era disrubsi dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Ketika perannya berjalan kurang baik bisa menjadi boomerang bagi generasi muda dalam tumbuh kembangnya. Seperti, terjerumus dalam karakter serba instan, amoral atau tak beretika, kurang bijak membedakan yang baik dan yang buruk, keseringan mengakses internet dan menggunakan sosial media sampai kecanduan berakitat menurunnya konsentrasi dalam pembelajaran, menyebarkan berita hoax dan sebagainya.

Kemajuan teknologi jelas menimbulkan pengaruh positif jika bijak dalam penggunaan dan mampu memanfaatkan teknologi, serta dapat menimbulkan pengaruh negatif jika tidak memahami penggunaannya, dan tidak memiliki keterampilan dalam memanfaatkanya. Penting bagi guru agama katolik meningkatkan kecakapan digitalnya ini dalam membentuk karakter peserta didik yang baik agar menjadi tameng serta rambu-rambu baginya dalam menggunakan teknologi digital.

Pola Pendekatan

Saya senantiasa meningkatkan kompetensi penggunaan media teknologi pembelajaran, salah satunya kecakapan digital. Guru tidak hanya harus mampu membuat media pembelajaran yang menarik, melainkan juga dapat memanfaatkan internet materi pembelajaran serta menggunakan media sosial dalam belajar mengajar. Kemampuan digital merupakan pendekatan berbasis keterampilan menggunakan teknologi juga bagaimana guru fasilitator memanfaatkan teknologi membangun kemampuan berpikir sekaligus mengembangkan karakter siswa.

Praktik baik yang sudah dilakukan dalam mengimplementasikan kecakapan digital selama pembelajaran. Pertama, mendesain Pembelajaran Agama Katolik berbasis digital. Berbagai media pembelejaran sudah saya gunakan seperti, aplikasi ‘Canva’ dalam mendesain modul ajar, slide Power Point, gambar/foto, animasi, video yang interaktif dan menarik. Pemanfaatan website yang disediakan Google seperti: Google Sites untuk memasukan materi ajar, media pembelajaran, serta referensi pembelajaran yang dapat diakses siswa. Pemanfaatan website quiziz dan wordwall serta educaplay dan berbagai website lainya dalam melaksanakan assesment formatif.

Kedua, kemampuan mencari sumber belajar dalam internet. Bagi seorang guru, mencari informasi di media internet tertentu membuat pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien. Kemampuan ini dapat menjadi sumber tambahan pelajaran yang belum dimengerti, mendapatkan rekomendasi informasi yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam proses belajar dan untuk mengembangkan materi. Bagi siswa, hal ini dapat membantu mereka mencari pengetahuan tambahan sehingga makin berkembang dan luas, tidak hanya terbatas pada saat tatap muka di dalam kelas. Akan tetapi dalam memanfaatkan media internet sebagai sumber belajar perlu dipahami secara bijak dan benar oleh guru dan siswa.

Dalam pembelajaran, sebelum membagikan materi pembelajaran yang saya peroleh dari media internet, saya perlu mencari tahu secara detail dari mana informasi tersebut berasal untuk menghidari pemakaian pendapat atau gagasan tanpa data yang akuntabel. Dalam menggunakan website pembelajaran sebagai referensi biasanya diambil dari Google Book, Google Cendekian, ataupun website Katolik yang resmi. Sedangkan bagi siswa, saya akan mengingatkan bagaimana mencari sumber belajar yang akurat. Kemampuan ini sangatlah diperlukan siswa agar jangan hanya memanfaatkan yang salah dalam media internet atau kecerdasan buatan (AI) sebagai sumber belajar utama dan terjerumus dalam tindakan copy-paste tanpa berliterasi dengan baik.

Ketiga, memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran. Dalam pengintegrasian pembelajaran, siswa diajak menggunakan media sosial dengan baik dan benar; diajarkan menggunakan bahasa yang baik dan santun saat posting dan komentar; dan penggunaan Instagram dan Youtube berupa video untuk memperjelas materi pembelajaran. Contohnya, untuk memahami materi Sifat-Sifat Gereja Katolik, saya mengaplikasikan dalam kehidupan bagaimana sifat-sifat Gereja dilakukan orang Katolik melalui video interaktif kehidupan santo-santa, kegiatan-kegiatan Gereja, dan lainya. Video tersebut membuat peserta didik menjadi tertarik dan mudah dalam memahami materi tersebut.

Kesimpulan dan Harapan

Saya berefleksi bahwa menjadi seorang guru profesional di era disrubsi ini, membutuhkan perjuangan yang ekstra dan perlu kesadaran untuk terus belajar sepanjang waktu. Kesadaran untuk terbuka akan perkembangan dunia dan adaptif perlu ditingkatkan oleh seorang guru Agama Katolik di jaman sekarang, seturut amanah Paus Yohanes XXIII yang relevan yakni “aggiornamento”, semangat keterbukaan dengan jaman. Dalam hal ini pengintegrasian teknologi dalam pendidikan perlu dijalankan dengan baik dengan menjadikan media digital sebagai sarana penginjilan nilai-nilai Katolik yang efektif dapat membentengi peserta didik dalam menghadapi arus teknologi yang terus berkembang.

Harapannya, disadari betul pentingnya keterbukaan terhadap kemajuan teknologi dan senantiasa terus belajar meningkatkan kecakapan digital sehingga menjadi alternatif solusi. Pembelajaran era digital bertujuan menghasilkan generasi muda Katolik yang adaptif, memiliki kecerdasan sosial dan spiritual yang matang dalam menghadapi tuntutan era sekarang dan akan dating, dan tetap menunjukkan karakter seorang kristiani seturut teladan Tuhan Yesus Kristus, sang Guru Agung kita. (Editor: Patrisius Leu, S.Fil./rf-red-st)

——————————-

Oswaldus Agustinus Kerobi Keraf, S.Pd., adalah guru Pendidikan Agama Katolik di SMA Negeri 3 Kupang. Dapat dihubungi melalui media sosial Instagram: @Aldi_Keraf, @aldi.digital, dan Youtube: Aldi.Keraf.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini