Pagi itu, jingga merah merekah ditemani butir-butir gerimis halus bersama tiupan angin yang menerbangkan beberapa lembar daun hijau Bougenville dan Angsono. Kembang kuning Tabe Buya juga berjatuhan di lintasan lari depan teras kantor. Sebagiannya jatuh di hamparan lapangan upacara yang lantainya mulai retak-retak.
Derap langkah menggetarkan pelataran itu, terdengar teriak senior yang galak menertibkan barisan. Sembilan peleton berbaris. Dua peleton berpakaian putih abu, tujuh lainnya berpakaian putih-putih sebagai simbol pakaian dinas upacara pada setiap hari senin. Pembina Upacara memasuki lapangan upacara, barisan disiapkan dan penghormatan. Dilanjutkan amanat Pembina upacara dan diakhiri dengan doa. Demikian ritual, kekahasan upacara setiap senin. Saat hari itu, petugas upacaranya oleh kelas XII jurusan Nautika Kapal Niaga, paduan suaranya kelas XII TKJ.
Taruni Anastasya Moensaku, bertugas membawakan doa secara Katolik. Satu langkah tegap ke depan barisan, membuka map biru teks doa yang telah disusun gurunya. Dari mulutnya keluar kata-kata berikut:
“Bapak, ibu guru, senior dan adik-adik junior. Marilah kita mengawali aktivitas kita di hari yang baik ini dengan doa. Dan ijinkanlah saya memimpin doaini secara Katolik.”
Kemudian teriak pemimpin upacara:
”Pet, dan Topi dibuka, mulai… selesai”. Di akhir tata gerak bersama itu, peserta upacara membuka penutup kepalanya. Taruni Tasya, akrab disapa mendoakan doa gurunya itu di ujung pelantang suara:
“Berdoa Mulai.
(+) Dalam Nama Bapa*, dan Putera*, dan Roh Kudus*. Amin*.
Tuhan Allah kami*,
yang disembah umat beriman dalam aneka cara*.
Dengan gembira, hati tertunduk*,
kepala mengadah*, mulut penuh syukur*,
dari lopo sekolah terberkati ini*,
kami melambungkan kehendak hati dan budi*.
…
Terima kasih atas nafas dan udara segar*,
sinar matahari dan kesejukan hijau daun*,
keakraban dan persaudaraan yang kami alami di sini*
dalam perjumpaan sebagai guru, pegawai dan taruna*.
…
Dampingi kami, dengan Roh Kebijaksanaan sepanjang hari*
dalam aneka pekerjaan dan pembelajaran yang kami alami*.
Kobarkanlah semangat belajar*,
bekerja jujur, cermat, rela berkorban dan tabah*,
sehingga kami dapat mengatasi setiap godaan*
yang dapat menghambat dan menjauhkan kami*
dari pelayanan terbaik kami di sini*
untuk memuji dan meluhurkan Dikau.
Kiranya sadar kami berkenan pada-Mu*
dan memperoleh hasil terbaik sesuai kompetensi kami*
yang dibutuhkan di hari esok*.
…
TUHAN,*
aku percaya* bahwa Engkau adalah Pemberi:*
Kecerdasan untuk memahami, ingatan untuk mengingat,*
cara dan kesanggupan untuk belajar,*
kejernihan pikiran untuk memberi penjelasan,*
dan rahmat berlimpah-limpah
untuk mengutarakan pendapat dalam berelasi.*
…
Kami pun terbuka kepada siapapun*
dan apapun yang tulus*,
luhur, murni, dan benar*
yang perlu bagi keselamatan jiwa raga kami*
di dunia ini dan di akhirat nanti*.
Dikaulah Bapa yang baik*,
pemberi rahmat melalui Yesus Kristus Putera-Mu*,
dalam kesatuan Roh Kudus*,
kini dan sepanjang segala masa*.
Amin.*
(+) Dalam Nama Bapa*, dan Putera*, dan Roh Kudus*. Amin*.
…
“Berdoa, selesai”. Akhir rumusan doa dilantangkan Tasya.
“Pet, dan Topi dipasang…mulai,” pemimpin upacara menutup seremoni doa pagi hari senin itu. Dilanjutkan laporan kepada Pembina upacara, penghormatan, dan upacara selesai. Selanjutnya Pengurus Corps Batalyon Taruna mengatur barisan siswa untuk sarapan pagi satu paket. Sarapan pagi ini artinya push up, dan scot jump untuk semua peserta upacara.
Setelah tradisi pagi ini, taruna-taruni meninggalkan barisannya sambil memberi penghormatan satu sama lainnya. Mereka berjalan tegap dua-dua menuju kelasnya masing-masing. Saat itu jam pertama KBM akan segera dimulai. Anastasya, siswa pelaut yang bercita-cita menjadi pelaut kapal luar negeri berhasil melaksanakan tugasnya menghantar warga sekolah menemui sang Tuhan di awal hari hari yang sejuk, tenang damai dalam doa, mendoakan doa gurunya. (*)
