Kepala BGP NTT: Guru Penggerak, Agen Perubahan di Sekolah

0
310
Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi NTT, Dr. Wirman Kasmayadi, S.Pd., M.Si. (Foto: Yosi Bataona/ST)

Kota Kupang, SEKOLAHTIMUR.COM – Program Guru Penggerak merupakan salah satu program yang dijalankan pemerintah dalam rangka menyiapkan transformasi pendidikan Merdeka Belajar. Program ini menghasilkan para Guru Penggerak yang diharapkan menjadi agen perubahan di sekolah. Demikian disampaikan Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi NTT, Dr. Wirman Kasmayadi, S.Pd., M.Si., kepada media ini pada Jumat (04/08/2023) di ruang kerjanya. 

“Guru penggerak ini tugasnya adalah dia sebagai agent of change, agen perubahan di sekolah. Maka mereka itu kita didik atau kita pilih guru-guru, yang terpilih melalui proses seleksi,” ungkapnya.

“Terkait jumlah Guru Penggerak, sampai dengan angkatan ke-9 ini kita sudah hampir 3.500-an se-NTT, di semua jenjang. Yang sudah lulus itu angkatan 1 sampai angkatan 7. Angkatan 8 masih proses di 16 kabupaten, angkatan 9 di 22 kabupaten,” jelasnya terkait perkembangan proses seleksi Guru Penggerak di NTT.

Ia menilai sejauh ini para guru yang telah lulus sebagai Guru Penggerak telah menunjukkan perubahan di sekolah. “Sudah berdampak, mereka itu sudah bisa bergerak sangat masif, program-program di lapangan, bisa membantu kepala sekolah, teman-teman di sekolah lain, membantu pengawas juga,” ujarnya.

“Kita dorong sebanyak-banyaknya supaya banyak yang lulus. Kita kan sepakat dengan kepala dinas bahwa semakin banyak kita punya, semakin bagus. Semangat kita begitu bersama dinas. Karena mereka sudah merasakan dampak dan manfaat mengikuti Guru Penggerak,” lanjutnya.

Ia menambahkan, menjadi Guru Penggerak merupakan salah satu jalan menuju sertifikasi guru. “Kalau sudah jadi Guru Penggerak otomatis jalan tol untuk sertifikasi, itu salah satunya. Mereka hanya ikut tes akhir saja untuk dapat sertifikat PPG, profesi. Tidak perlu tes awal, tidak perlu ikut sertifikasi selama 6 bulan itu karena kurikulum sertifikasi di kampus itu sudah in-line dengan Guru Penggerak,” urainya.

Sekalipun demikian, Dr. Wirman menegaskan, esensi utama dari program Guru Penggerak adalah adanya perubahan pola pikir dalam diri para guru. Perubahan pola pikir ini diharapkan berdapak pula bagi peserta didik.

“Dengan mengiktui program Guru Penggerak, sesungguhnya perform mereka berubah, mindset mereka berubah. Modul yang ada itu mengubah mereka dari dalam diri dan pola pikir yang berbeda sekali,” ujarnya.

“Alurnya paham, kerjakan, harus sampai aksi nyata. Yang buat mereka berubah itu dari memahami, menghayati sampai aksi nyata. Komplet, lengkap, ada tagihan. Terpola mereka itu,” tambahnya.

Bergerak Bersama dalam Komunitas Belajar

Dalam kesempatan tersebut, Dr. Wirman juga mengajak Guru Penggerak dan semua komponen pendidikan untuk bergerak bersama membangun pendidikan di NTT. Menurutnya, salah satu hal yang perlu dirorong yakni, komunitas belajar di sekolah.

“Kita punya semangat ‘Flobamorata Bergerak’. Semua. Saling bergotong-royong. Semua komponen, Pengawas, Guru Penggerak, semua ini kita harapkan tidak ada ekslusifisme tapi kita dorong semua saling berbagi. Karena prinsipnya hasil-hasil riset yang kita temukan bahwa pengembangan kompetensi guru berkelanjutan dengan mengedepankan ada komunitas belajar dalam sekolah,” ungkapnya.

“MGMP dalam sekolah yang kita dorong. Di sekolah bisa berdiskusi, berbagi, bagaimana komunitas belajar ini kita dorong lebih banyak bediskusi tentang siswa. Misalnya lima, enam guru Matematika berdiskusi tentang bagaimana murid-murid kita di kelas ini sudah bisa, ini belum bisa. Mengapa tidak bisa. Kita cari caranya bersama. Saling berbagi pengalaman atau buka kelas, siapkan perencanaannya lalu di siklus belajar bersama, pelaksanaan, evaluasi, praktik baik dihasilkan lalu kita bisa terapkan di sekolah,” urainya.

Ia berharap hal seperti di atas terus dilakukan di sekolah. Dengan demikian, dampaknya pun akan meluas sampai kepada peserta didik.

“Sehingga pengembangan kompetensi guru itu tidak hanya melalui pelatihan dan bimbingan saja tapi bagaimana pemahaman, pengetahuan, diperoleh di dalamnya bisa sampai ke siswa dampaknya. Jangan hanya gurunya pintar, sering ikut pelatihan tapi tidak sampai ke siswa. Maka cobalah sama-sama, proses belajar lain sebenarnya,” ujarnya.

“Proses ini yang kita ingin lembagakan sehingga kita dorong teman-teman untuk di dalam komunitas belajar di sekolah saling belajar, berbagi, dan di dalam sekolah berkelanjutan. Kalau itu bisa kita lakukan di sekolah, itu mantap sekali. Ada rutinitas minimal sejam, dua jam seminggu, belajar bersama tentang siswa. Itu yang kita dorong di komunitas belajar sekolah,” pungkasnya. (Yosi/RF/rf-red-st)        

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini