Anakku… bila kelak kau jatuh cinta
berjanjilah pada ayah bahwa kau tak akan menyakiti pasanganmu dengan berpura-pura memberinya bunga, padahal bunga yang kau beri kau curi dari taman tetangga.
Bila ingin beri bunga, tanamlah!
Tanamlah bunga yang indah di taman rumahmu. Jangan petik… berilah ia bunga hidup.
Bila suatu saat nanti kau jatuh cinta, berjanjilah pada ayah, bahwa kau tak akan berpura-pura mengajak kekasihmu makan di restoran mahal, sementara uang yang kau pakai separuh uang sekolahmu.
Ajaklah ia menemui ibumu, lalu bersamanya boleh mengolah apa saja yang ingin kalian makan.
Biasakan ia mengenal makanan apa yang biasa kita makan.
Bila kelak kau ingin mengajak kekasihmu bersantai, ajaklah ia ke kebun kita.
Ajari ia cara menanam yang baik selayaknya ayah mengajarimu.
Katakan, aku selalu menghabiskan waktu bersama ayah di sini.
Aku akan menjadi petani hebat seperti ayahku, tetapi lebih maju.
Jangan malu!
Anakku, bila kelak kau disakiti karena keadaanmu, maafkan.
Jangan kau balas menyakiti.
Ketahuilah, tugasmu hanya mencintai
dengan segala jejujuranmu
tidak dengan berpura-pura.
Anakku… bila ia bertanya, mengapa kau mau melanjutkan cita-cita ayahmu? Padahal kamu bisa menjadi perawat atau dokter?
Katakan padanya…
Ayahku ingin aku menjadi seorang pahlawan.
Bila ia bertanya lagi… Pahlawan apa?
Sebelum kau jawab anakku, katakan bahwa Kakeku sudah menjadi Pahlawan Nasional yang gugur di medan pertempuran.
Ayahku seorang Honorer Pahlawan tanpa tanda jasa yang sedang berjuang dengan penuh kehormatan. Sepulang sekolah, ayahku adalah seorang petani.
Sementara aku, ayahku ingin aku menjadi pahlawan kehidupan.
Yah… akulah yang melanjutkan perjuangan Kakek yang mati ditembak penjajah demi mempertahankan sang saka merah putih.
Akulah yang harus mengibarkannya sepanjang waktu.
Aku pula yang harus mengingatkan kalian bahwa damai yang kau alami saat ini
dibeli dengan darah Kakekku.
Aku harus berjuang melanjutkan semangat ayahku, meski ia dikatai honorer, tetapi ia telah berhasil mencetak profesor-profesor bangsa.
Ia telah berhasil tanpa berpikir panjang, tanpa embel-embel. Sayangnya, profesor-profesor kecilnya masih pusing melayakkan nasibnya.
Kamu boleh tak suka denganku, tetapi jangan dengan cita-cita ayahku.
Ia sangat paham, bagaimana cara mencintai yang seharusnya
Ia pura-pura bahagia padahal menderita.
Aku disuruhnya ikhlas mencintaimu tanpa syarat, sementara aku sering disakitimu.
Aku disuruhnya untuk tidak berpura-pura, sementara kalau aku tak pandai berpura-pura aku tidak mungkin memenangkan perasaanmu.
Barangkali ini perasaan seorang pahlawan.
Tetap siaga dalam kebaikan, meski selalu dicemooh.
Tetap tegap dalam keadilan, meski hidup menderita.
Semoga aku terbiasa.
Karya John Tubani
Guru SMA Katolik Suria Atambua, Kab. Belu