Film Dokumenter Penjaga Alam Mutis Mateos Anin Resmi Diluncurkan

0
1141
Pose bersama usai peluncuran film dokumenter penjaga alam Mutis, Mateos Anin.

TTS, SEKOLAHTIMUR.COM – Pada Jumat, 4 Oktober 2024 malam, bertempat di Aula Lopo Mutis, Desa Fatumnasi, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah diluncurkan film dokumenter yang mengangkat tokoh penjaga alam Mutis, Mateos Anin.

Dalam peluncuran film dokumenter yang berdurasi 23 menit tersebut menggambarkan tentang pentingnya menjaga alam dan budaya, juga terkait dengan kehidupan masyarakat di yang berada di kaki gunung Mutis. Film dokumenter tersebut juga dibuat untuk menunjukkan betapa pentingnya gunung Mutis bagi masyarakat di sekitarnya. Gunung Mutis telah memberikan kehidupan bagi masyarakat selama berabad-abad.

Gunung Mutis adalah tempat yang istimewa. Ia terletak di pulau Timor dan merupakan salah satu kawasan Suaka Alam di Indonesia. Gunung Mutis adalah rumah bagi banyak tumbuhan dan hewan yang unik. Masyarakat di sekitar gunung Mutis sangat peduli dengan alam dan budaya mereka. Mereka ingin menjaga alam dan budaya mereka agar tetap lestari.

Mateos Anin.

Film dokumenter Mateos Anin mengajak kita untuk memahami pentingnya menjaga alam dan budaya. Film tersebut juga menunjukkan bagaimana alam dan budaya saling berhubungan serta bagaimana masyarakat di sekitar Gunung Mutis hidup selaras dengan alam. Film tersebut merupakan pesan penting bagi kita semua untuk menjaga alam dan budaya kita agar tidak tergerus karena perkembangan teknologi yang kian hari makin pesat.

“Film dokumenter ini adalah upaya untuk memvisualkan budaya-budaya yang terdapat di gunung Mutis, melalui Bapak Mateos Anin kita dapat belajar bahwa untuk melestarikan budaya tidak mengenal umur, dan Bapak Mateos telah melewati fase-fase bagaimana upayanya dalam melestarikan budaya hingga masih terus dipertahankan hingga saat ini,” ujar Gilang Akbar, produser sekaligus sutradara film dokumenter Mateos Anin.

Gilang menerangkan, film dokumenter tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat yang berada di bawah kaki gunung Mutis.

“Dalam perkembangannya ini diperhadapkan dengan sebuah fenomena terkait dengan perubahan iklim terkait kerusakan alam, film ini akan menunjukkan bahwa dampak yang paling terasa atas kerusakan alam itu adalah masyarakat yang berada di kaki gunung Mutis. Film ini juga menjadi sebuah cerminan bahwa sebagai pembuat dokumenter merasa kwatir jika ada adaptasi baru yang harus dilakukan oleh Bapak Mateos Anin dan warga masyarakat di Fatumnasi ini terkait dengan kerusakan alam, yang mana dalam film dokumenter tersebut menggambarkan betapa sulitnya untuk mendapatkan madu dari sarang lebah, karena itu tokoh penjaga Mutis melakukan penangkaran madu karena sulit untuk mendapatkan lagi di hutan Mutis,” urainya.

Disampaikannya, film dokumenter ini juga merupakan apresiasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang bekerja sama dengan LPDP melalui program Dana Indonesiana. Program tersebut bertujuan untuk memvisualkan berbagai jenis kebudayaan yang ada di nusantara.

“Menurut saya budaya yang ada di Fatumnasi ini adalah salah satu kebudayaan yang cukup unik, kehidupan masyarakat dengan tradisi -tradisi, dan ciri khasnya yakni keindahan hutan bonsainya, cara berburuh madunya, beserta tarian-tarian daerah yang harus dilestarikan agar banyak orang tahu,” ungkap Gilang.

Ia juga menjelaskan, awal film dokumenter tersebut diproduksi yakni untuk mengikuti festival. “Karena kami melihat bahwa ada potensi cerita yang bagus, namun semakin ke sini film dokumenter ini merupakan film edukasi kepada semua masyarakat untuk mengetahui dampak yang akan didapatkan jika tidak dijaga dengan baik, misalkan dengan membuang sampah plastik sembarangan. Film dokumenter ini juga diharapkan bisa dipertontonkan di sekolah -sekolah yang ada di kabupaten Timor Tengah Selatan maupun di provinsi NTT,” jelasnya.

Menurutnya, kebudayaan harus dilestarikan agar tidak dilupakan ke depan. “Kebudayaan adalah bagian dari keindahan yang harus dilestarikan dan sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh para generasi penerus, Karena itu dengan film dokumenter ini telah memberi edukasi kepada masyarakat, dan saya yakin bahwa ditengah perkembangan teknologi yang kian hari makin pesat, namun masih ada anak-anak yang mau melestarikan kebudayaan yang ada dan salah satunya di Desa Fatumnasi ini,” tandasnya.

Gilang berharap agar Bapak Mateos Anin menjadi tokoh inspirasi atas kinerja dalam mempertahankan kebudayaan yang ada sekaligus juga mempromosikan wisata alam di Fatumnasi. Ia juga berharap pemerintah daerah bisa memberi perhatian dengan menobatkannya sebagi maestro kebudayaan.

Sementara itu, Penjaga Alam Mutis, Mateos Anin, menyampaikan terima kasih kepada tim produser yang telah melakukan pengambilan video pada bulan April 2024 lalu, dan kembali untuk melakukan peluncuran film.

“Sebagai penjaga alam Mutis, saya mewakili semua warga masyarakat menyampaikan terima kasih kepada tim produser yang datang untuk mengangkat nilai-nilai budaya serta kehidupan masyarakat di sini yang mana dikemas dalam film dokumenter. Semoga film ini dapat menginspirasi semua warga masyarakat yang ada terkait pentingnya menjaga kebudayaan dan juga alam, terlebih kepada anak-anak muda untuk terus melestarikan setiap budaya yang ada dan selalu menjaga alam,” ujarnya.

Masyarakat sekitar ikut menyaksikan peluncuran film dokumenter Mateos Anin.

Sementara itu, Sepryanus Boimau, selaku produser menegaskan, film dokumenter tersebut merupakan sebuah pesan kepada masyarakat umum khususnya pada generasi muda untuk mencintai budayanya sendiri dan menjaga alam agar tetap lestari.

“Terkait dengan pelestarian gunung Mutis itu membutuhkan kesadaran dari masyarakat baik yang di wilayah Fatumnasi maupun para pengunjung, salah satunya yakni hutan bonsai yang sudah gundul dan itu berpengaruh sekali terkait dengan air. Oleh karena itu dengan peluncuran film dokumenter ini untuk memberikan edukasi kepada semua warga masyarakat terkait dengan pentingnya menjaga kebudayaan dan alam,” ungkapnya.

Ia menyampaikan, film dokumenter tersebut juga untuk mengedukasi masyarakat terutama para generasi muda untuk terus melestarikan budaya yang telah ada, karena anak-anak muda lebih banyak meniru budaya dari luar.

“Dalam perkembangan teknologi yang terus pesat, anak-anak muda lebih banyak meniru budaya dari luar, karena itu tujuan dari film dokumenter ini untuk kembali mengedukasi masyarakat untuk tetap menjaga alam dan terus melestarikan budaya, adat, bahasa, serta tarian -tarian daerah yang telah ada,” harapnya.

Pantauan media ini, peluncuran film dokumenter tersebut berjalan lancar. Semua peserta sangat bersemangat dan merasa senang saat menyaksikan film dokumenter yang menangkat sosok penjaga alam Mutis tersebut. (Lenzho Asbanu/rf-red-st)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini